Geokimia adalah sains yang menggunakan prinsip dan teknologi bidang kimia untuk menganalisis dan menjelaskan mekanisme di balik sistem geologi seperti kerak bumi dan lautan yang berada di atasnya. Cakupan geokimia melebar hingga ke luar geo (bumi), melingkupi seluruh sistem pergerakan bebatuan di tata surya dan memiliki kontribusi penting dalam memahami proses di balik konveksi mantel, pembentukan planet, hingga asal muasal bebatuan seperti granit dan basal.
Geokimia Magmatisme
Magma adalah cairan atu larutan sillikat pijar yang terbentuk secara alamiah, bersifat mudah bergerak (mobile), bersuhu antara 900-11000C dan berasal atau terbentuk dari kerak bumi bagian bawah hingga selubung bagian atas.
Kalau batasan diatas adalah berdasarkan sifat fisik magma, maka secara kimia-fisika magma adalah sistem komponen ganda (multi component system) dengan fasa cairan dan sejumlah Kristal yang mengapung di dalamnya sebagai komponen utama, disamping fasa gas pada keadaan tertentu. Beberapa batasan dan hipotesis magma telah diberikan oleh para ahli seperti Grout (1947), Turner & Verhoogen (1960), Taneda (1970) dll.
Senyawa kimiawi magma, yang dianalisis melaui hasil konsolidasinya dipermukaan dalam bentuk batuan gunungapi, dapat dikelompokkan menjadi :
1. Senyawa-senyawa volatil, yang terutama terdiri dari fraksi gas seperti CH4, CO2, HCl, H2S, SO2, NH3 dll. Komponen volatil ini akan mempengaruhi magma antara lain :
a. Kandungan volatil, khususnya H2O, akan menyebabkan pecahnya ikatan Si-O-Si yang akan mempengarui inti Kristal. Apabila nilai viskositas magma rendah, maka difusi akan bertambah dan pertumbuhan Kristal akan tejadi.
b. Kandungan volatil, khususnya H2O, akan mempengaruhi suhu kristalisasi sebagian besar fasa mineral. Pada beberapa jenis magma , fasa mineral yang menghablur(order kristalisasi) akan berubah, sehingga terjadi penyimpangan terhadap reaksi Bowen.
c. Volatil dalam magma menentukan besarnya tekanan selama proses kenaikan magma ke permukaan.
d. Unsur-unsur volatil tersebut akan mempengaruhi jenis kegiatan gunungapi seperti terbentuknya piroklastik, awan panas dan sebagainya; disamping tekstur dan bentuk Kristal seperti lubang-lubang gas (vesicles).
e. Unsur-unsur volatil akan mempengaruhi proses pemisahan unsur-unsur tersebut dari magma. Apabila tekanan total lebih besar dari tekanan uap air dalam magma dengan catatan landaian tekanan rata-rata dalam bumi adalah 0,28 k bar/km, maka uap air atau gas tidak akan terbentuk.
2. Senyawa-senyawa yang bersifat non volatil dan merupakan unsur-unsur oksida dalam magma. Jumlahnya yang mencapai 99 % isi, sehingga merupaka mayor element, terdiri dari oksida-oksida SiO2, Al2O3, Fe2O3, FeO, MnO, MgO, CaO, Na2O, K2O, TiO2 dan P2O5
3. Unsur lain yang disebut unsur jejak (trace element) dan merupakan minor element , seperti Rubidium (Rb), Barium (Ba), Stronsium (Sr), Nikel (Ni), Cobalt (Co), Vanadium (V), Croom (Cr), Lithium (Li), Sulphur (S) dan Plumbum (Pb). Unsur-unsur jejak ini terdapat tidak sebagai oksida dan tidak dapat digunakan sebagai dasar penggolongan magma. Unsur-unsur ini sangat membantu dalam menentukan genesa magma, seperti halnya kandungan Sr dan Pb dalam basal samodra mencirikan asalnya dari selubung bumi. Gejala pelelehan sepihak (partial melting) akan mengkonsentrasikan isoptop Sr87 dan Rn86. Sedangkan pelelehan selubung bumi yang menghasilkan magma primer magma basaltic ditunjukkan oleh perbandingan Sr87/Sr86 > 0,704 dan Pb206/Pb204 < 18,6. Lava basaltik dari lantai samodra akan memiliki nilai perbandingan K/Rb tinggi (Charmichael, 1974). Sedangkan basal benua mengandung Ni, Cr dan Co yang lebih rendah dari yang dikandung toleit samodera (Ringwood, 1975).
Untuk mengklasifikasikan magma menggunakan pendekatan hasil analisa batuan beku. Klasifikasinya berdasarkan kelimpahan komonen kimia terutama kandungan silikat (SiO2). Komponen kimia silikat mencapai < 35 – 80 % berat, komponen penyusun sbb :
a. mengandung silica >63 % SiO2 disebut tipe silicic atau acidic (tipe magma asam)
b. mengandung silica 52-63 % SiO2 disebut tipe menengah
c. silikat rendah mengandung 45-52 % SiO2 disebut tipe basic (tipe magma basa)
d. mengandung silka < 45 % disebut tipe ultrabasic (tipe ultra basa)
Jenis dan klasifikasi magma :
1. Berdasakan presentase berat oksida (unsur non volatile)
UNSUR NON VOLATIL/OKSIDA
|
MAGMA ASAM
|
MAGMA BASA
|
SiO2
|
65-75
|
45-58
|
Al2O3
|
12-16
|
13-17
|
Fe2O3
|
4-8
|
9-14
|
FeO
| ||
MgO
|
4-6
|
5-8
|
CaO
| ||
Na2O
|
6-9
|
3-5
|
K2O
| ||
P2O5
|
0,02 - 0,54
|
0,15 - 0,53
|
MnO
|
Kecil – 0,19
|
0,12 – 0,19
|
TiO2
|
0,15- 1,2
|
1,3 – 3,1
|
2. Berdasarkan kandungan SiO2 atau derajad keasaman (acidiy)
JENIS MAGMA
|
KANDUNGAN SiO2 (% berat)
|
Magma asam
|
66
|
Magma menengah
|
52- 66
|
Magma basa
|
45 – 52
|
Magma sangat basa
|
45
|
3. Berdasarkan % berat perbandingan alkali (alkali ratio weight %), dimana magma alkali mempunyai harga (Na2O + K2O) lebih besar dari Al2O3.
4. Bedasarkan harga alkali lima indek (ÊŽ) menurut Peacock (1931)
JENIS MAGMA
|
HARGA
|
TIPE MAGMA
|
Alkali
|
51
|
Atlantik
|
Alkali-kalsik
|
51- 56
| |
Kalsik-alkali
|
50 - 61
|
Pasifik
|
Kalsik
|
61
|
5. Berdasarkan harga suit index (S) menurut Rittmann (1952, 1953) Klasifikasi ini terutama magma tipe Pasifik (kerabat kapur alkali).
HARGA SUITE INDEKS
|
HARGA p
|
JENIS MAGMA
|
1
|
70
|
Kapur alkali ekstrim
|
1 – 1,8
|
65 - 70
|
Kapur alkali kuat
|
1,8 - 3
|
60 - 65
|
Kapur alkali menengah
|
3 – 4
|
55 - 60
|
Kapur alkali lemah
|
6. Berdasarkan harga indeks pembekuan (solidification index, SI), menurut Kuno (1980). Dari contoh batuan yang dianalisis apa bila kecenderungan menurunnya indeks pembekuan , maka magma bersifat asam. Sebaliknya apabila harga indeks pembekuan meninggi, maka magma bersifat basa. Dengan rumus Indeks pembekuan magma .
7. Berdasarkan kimiawi dan mineralogi, kennedy (1933) mengklasifkasi beberapa tipe magma, yaitu;
a. Tipe magma toleit, dicirikan oleh ketidakhadiran olivine, dengan mineral utama adalah pigeonit, augit dan ortopiroksin.
b. Tipe magma basal olivine , mengandung piroksin (augit), alkali feldspar, nefelin, zeolit dan olivine. Meskipun kedua tipe magma ini paling banyak dijumpai, dikenal pula tipe peralihan yaitu tipe magma shoshonit (Joplin, 1968; dalam Charmichael, 1974).
8. Berdasarkan kandungan gas, menurut jaggar (1958; dalam Rittmann, 1962).
a. Hipomagma, bersifat tidak jenuh gas (undersaturated) dan dapat terbentuk pada tekanan besar.
b. Piromagma, jenuh gas atau banyak mengandung gas.
c. Epimagma, miskin gas sehingga dapat disamakan dengan lava yang belum dierupsikan.
9. Berdasarkan genesa, menurut Sederhol (1959; dalam Rittmann 1962)
a. Magma hibrit, di mana melalui proses hibridisasi dua jenis magma yang terpisah membentuk magma baru.
b. Magma sintetik, yaitu magma yang komposisinya berubah karena proses asimilasi. Proses pembentukan magma sintetik disebut sinteksis, di mana magma sintetik dapat merupakan akibat lanjut dari pelarutan batuan asing (umumnya sedimen), yang selain melebur juga mengubah komposisi magma.
Klasifikasi Batuan Beku Intrusi Berdasarkan Tempat Terjadinya
Penggolongan ini berdasarkan genesa atau tempat terjadinya dari batuan beku, pembagian batuan beku ini merupakan pembagian awal sebelum dilakukan penggolongan batuan lebih lanjut.
Batuan ini terbentuk dibawah permukaan bumi, sering juga disebut batuan beku dalam atau batuan beku plutonik. Batuan beku intrusif mempunyai karakteristik diantaranya, pendinginannya sangat lambat (dapat sampai jutaan tahun), memungkinkan tumbuhnya kristal-kristal yang besar dan sempurna bentuknya, menjadi tubuh batuan beku intrusif. Tubuh batuan beku intrusif sendiri mempunyai bentuk dan ukuran yang beragam, tergantung pada kondisi magma dan batuan di sekitarnya. Berdasarkan kedudukannya terhadap perlapisan batuan yang diterobosnya, struktur tubuh batuan beku intrusif terbagi menjadi dua yaitu konkordan dan diskordan. Struktur tubuh batuan beku yang memotong lapisan batuan di sekitarnya disebut diskordan. yaitu:
1. Batholit, merupakan tubuh batuan beku dalam yang paling besar dimensinya. Bentuknya tidak beraturan, memotong lapisan-lapisan batuan yang diterobosnya. Kebanyakan batolit merupakan kumpulan massa dari sejumlah tubuh-tubuh intrusi yang berkomposisi agak berbeda. Perbedaan ini mencerminkan bervariasinya magma pembentuk batholit. Beberapa batholit mencapai lebih dari 1000 km panjangnya dan 250 km lebarnya. Dari penelitian geofisika dan penelitian singkapan di lapangan didapatkan bahwa tebal batholit antara 20-30 km. Batholite tidak terbentuk oleh magma yang menyusup dalam rekahan, karena tidak ada rekahan yang sebesar dimensi batolit. Karena besarnya, batholit dapat mendorong batuan yang di1atasnya. Meskipun batuan yang diterobos dapat tertekan ke atas oleh magma yang bergerak ke atas secara perlahan, tentunya ada proses lain yang bekerja. Magma yang naik melepaskan fragmen-fragmen batuan yang menutupinya. Proses ini dinamakan stopping. Blok-blok hasil stopping lebih padat dibandingkna magma yang naik, sehingga mengendap. Saat mengendap fragmen-fragmen ini bereaksi dan sebagian terlarut dalam magma. Tidak semua magma terlarut dan mengendap di dasar dapur magma. Setiap frgamen batuan yang berada dalam tubuh magma yang sudah membeku dinamakan Xenolith.
2. Stock, seperti batolit, bentuknya tidak beraturan dan dimensinya lebih kecil dibandingkan dengan batholit, tidak lebih dari 10 km. Stock merupakan penyerta suatu tubuh batholit atau bagian atas batholit.
3. Dyke, disebut juga gang, merupakan salah satu badan intrusi yang dibandingkan dengan batholit, berdimensi kecil. Bentuknya tabular, sebagai lembaran yang kedua sisinya sejajar, memotong struktur (perlapisan) batuan yang diterobosnya.
4. Jenjang Volkanik, adalah pipa gunung api di bawah kawah yang mengalirkan magma ke kepundan. Kemudian setelah batuan yang menutupi di sekitarnya tererosi, maka batuan beku yang bentuknya kurang lebih silindris dan menonjol dari topografi disekitarnya.
5. Sill, adalah intrusi batuan beku yang konkordan atau sejajar terhadap perlapisan batuan yang diterobosnya. Berbentuk tabular dan sisi-sisinya sejajar.
6. Lakolit, sejenis dengan sill. Yang membedakan adalah bentuk bagian atasnya, batuan yang diterobosnya melengkung atau cembung ke atas, membentuk kubah landai. Sedangkan, bagian bawahnya mirip dengan Sill. Akibat proses-proses geologi, baik oleh gaya endogen, maupun gaya eksogen, batuan beku dapt tersingka di permukaan.
7. Lopolit, bentuknya mirip dengan lakolit hanya saja bagian atas dan bawahnya cekung ke atas.
2.4 Geokimia Batuan Beku Intrusi
Gambar proses terjadinya mineral pada batuan beku intrusi
Batuan beku atau batuan igneus (dari Bahasa Latin: Ignis, "api") adalah jenis batuan yang terbentuk dari magma yang mendingin dan mengeras, dengan atau tanpa proses kristalisasi, baik di bawah permukaan sebagai batuan intrusif (plutonik) maupun di atas permukaan sebagai batuan ekstrusif (vulkanik).
Menurut para ahli seperti Turner dan Verhoogen (1960), F. F Groun (1947), Takeda (1970), magma didefinisikan sebagai cairan silikat kental yang pijar terbentuk secara alamiah, bertemperatur tinggi antara 1.500o–2.500oC dan bersifat mobile (dapat bergerak) serta terdapat pada kerak bumi bagian bawah. Dalam magma tersebut terdapat beberapa bahan yang larut, bersifat volatile (air, CO2, chlorine, fluorine, iron, sulphur, dan lain-lain) yang merupakan penyebab mobilitas magma, dan non-volatile (non-gas) yang merupakan pembentuk mineral yang lazim dijumpai dalam batuan beku.
Pada saat magma mengalami penurunan suhu akibat perjalanan ke permukaan bumi, maka mineral-mineral akan terbentuk. Peristiwa tersebut dikenal dengan peristiwa penghabluran. Berdasarkan penghabluran mineral-mineral silikat (magma), oleh NL. Bowen disusun suatu seri yang dikenal dengan Bowen’s Reaction Series. Dalam mengidentifikasi batuan beku,
Sangat perlu sekali mengetahui karakteristik batuan beku yang meliputi sifat fisik dan komposisi mineral batuan beku. Dalam membicarakan masalah sifat fisik batuan beku tidak akan lepas dari magma.
Batuan beku disusun oleh senyawa-senyawa kimia yang membentuk mineral penyusun batuan beku. Salah satu klasifikasi batuan beku dari kimia adalah dari senyawa oksidanya, sepreti SiO2, TiO2, AlO2, Fe2O3, FeO, MnO, MgO, CaO, Na2O, K2O, H2O+, P2O5, dari persentase setiap senyawa kimia dapat mencerminkan beberapa lingkungan pembentukan meineral.
Analisa kimia batuan dapat dipergunakan untuk penentuan jenis magma asal, pendugaan temperatur pembentukan magma, kedalaman magma asal, dan banyak lagi kegunaan lainya. Dalam analisis kimia batuan beku, diasumsikan bahwa batuan tersebut mempunyai komposisi kimia yang sama dengan magma sebagai pembentukannya. Batuan beku yang telah mengalaimi ubahan atau pelapukan akan mempunyai komposisi kimia yang berbeda. Karena itu batuan yang akan dianalisa harusla batuan yang sangat segar dan belum mengalami ubahan. Namun begitu sebagai catatanpengelompokan yang didasarkan kepada susunan kimia batuan, jarang dilakukan. Hal ini disebabkan disamping prosesnya lama dan mahal, karena harus dilakukan melalui analisa kimiawi.
Harap Berkomentar Yang Baik Ya.
EmoticonEmoticon