Kamis, 21 Juni 2018

GEOLOGI SEJARAH DAERAH SUKABUMI-PELABUHAN RATU

Oleh : Syahroel Alam Alif, Mantan Dosen Geologi Sejarah, Fakultas Teknik Geologi, Unpad

ABSTRACT

This paper is about the geological history of the area Sukabumi-Pelabuhan Ratu, is an article from the author prepared in 1999, when the author is still active as a staff lecturer at the Faculty of Engineering Geology, Unpad. Historical geology of Sukabumi-Pelabuhan Ratu, interesting to learn, especially the most ancient rocks (Ciletuh Formation) to the youngest rocks. Tectonic framework is also interesting to learn, especially because of the influence of Indo-Australia plates are moving toward the north and subducting the Eurasian plate.
Keywords: historical geology

ABSTRAK

Tulisan geologi sejarah daerah Sukabumi-Pelabuhan Ratu, merupakan artikel dari penulis yang disiapkan pada tahun 1999, saat itu penulis masih aktif sebagai staf dosen di Fakultas Teknik Geologi, Unpad. Geologi sejarah daerah Sukabumi-Pelabuhan Ratu, menarik untuk dipelajari, terutama adanya batuan yang paling tua (Formasi Ciletuh) sampai batuan termuda. Kerangka tektonik juga menarik dipelajari, terutama karena pengaruh lempeng Indo-Asutralia yang bergerak ke arah utara dan menumbuk lempeng Eurasia.

Kata kunci: geologi sejarah

Fisiografi
Peta Kerangka Morfostruktur Jawa Barat Bagian Barat dimodifikasi dari Bauman(1973). Daerah penelitian termasuk dalam sebagian wilayah Zona Cimandiri,Rendahan Pelabuhan Ratu dan Tinggian Sukabumi
Lokasi penelitian termasuk ke - sebagian wilayah fisiografi regional Zona Bogor, atau yang dikenal pula dengan wilayah sedimentasi Cekung-an Bogor (Bauman dkk., 1973; Marto-djojo, 1984;1987). Secara lokal zona ini meliputi Tinggian Ciletuh, Perbukit-an pada Segmen Jampang, Zona le-reng dan dataran rendah bagian selat-an, Zona Cimandiri, dan Tinggian Su-kabumi, serta sebagian Tinggian vul-kanik Resen di bagian utara. Dalam kerangka morfotektonik menurut Baumann (1973), pada masa seka-rang, Daerah Jawa Barat, terutama bagian barat tersusun atas mandala-mandala basement Pra-Tersier, ting-gian, through, hinge belts, volkanik Resen, serta daerah selatan yang me-rupakan dataran rendah .

Kerangka Stratigrafi

Cekungan Bogor ini di bagian uta-ra berbatasan dengan wilayah sedi-mentasi paparan kontinen, di bagian barat dengan wilayah sedimentasi Banten, dan di bagian timur berbatas-an dengan Zona Bandung. Wilayah sedimentasi Cekungan Bogor, sejalan dengan perubahan waktu disusun oleh tiga sistem pengendapan, mulai dari sedimentasi laut dalam, kemudian sis-tem sedimentasi berikutnya diawali dengan produk sedimentasi non-marin yang secara berangsur berubah perkembangannya ke arah sistem se-dimentasi turbidit atau sistem gravity flow sediment (Martodjojo, 1984; 1987). Selanjutnya urutan-urutan for-masi batuan pada Cekungan Bogor akan diuraikan pada bagian berikut secara singkat berdasarkan kerangka stratigrafi Cekungan Bogor menurut Martodjojo (1984) .

Formasi Ciletuh yang dianggap se-bagai formasi tertua relatif terhadap kedua sistem pengendapan lainnya, terletak di atas kompleks melange. Ciri litologi dari Formasi Ciletuh ter-susun oleh perselingan batulempeng dan batupasir bersisipan dengan brek-si. Sistem sedimentasi berikutnya di--tandai dengan endapan fluvio-deltaik Formasi Bayah. Formasi Bayah meru-pakan batuan sedimen klastik fluvio-deltaik berumur Eosen tengah yang
Skema Kerangka Stratigrafi Cekungan Bogor menurut Martodjojo (1984)
Secara stratigrafis posisinya berada di atas Formasi Ciletuh. Lokasi tipe for-masi ini tersingkap di Daerah Bayah Kabupaten Lebak. Formasi Bayah, menurut Martodjojo (1984) meliputi seluruh batupasir fluvio-deltaik yang tersingkap di daerah selatan Jawa Barat bagian barat dengan karakter litologi yang serupa dengan batupasir di Daerah Bayah, dan yang secara stratigrafis berada di atas Formasi Ciletuh.

Dengan demikian batupasir For-masi Bayah meliputi pula batupasir silisiklastik non-marin yang tersingkap di daerah Gunung Walat (Formasi Wa-lat menurut Effendi, 1974), serta ba-tupasir kurasa yang tersingkap di se-latan Sungai Cimandiri, Pelabuhan Ratu (Formasi Rajamandala menurut Sukamto, 1975). Ciri litologi Formasi Bayah pada bagian bawah ditandai oleh batupasir yang ditafsirkan sebagai endapan sand bar, dan diendap-kan dalam lingkungan transisi, ke-mudian endapan transisional itu ber-ubah secara litologi kearah atas men-jadi batupasir konglomeratan sisipan batulempung dengan struktur sedi-men silang-silur, mencirikan sungai teranyam, serta berselingan dengan batulempung dan batubara yang mencirikan sungai meander.

Formasi Batuasih diendapkan se-cara tidak selaras di atas Formasi Ba-yah. Di daerah Bayah Formasi ini e-kuivalen secara litologi dan seumur dengan Formasi Cijengkol. Formasi Batuasih yang berumur Oligosen Akhir dicirikan oleh susunan batulempung, napalan sisipan batupasir kuarsa. Ba-gian atas dari formasi ini berubah si-fat menjadi gampingan dan ditandai oleh lensa batugamping kalkarenit. Formasi ini mengalami perubahan fasies menjadi batugamping terumbu dari Formasi Rajamandala. Martodjojo (1984) menyimpulkan bahwa pada Eosen Tengah hingga Oligosen Te-ngah, wilayah sedimentasi Paparan di utara dan daerah Ciletuh di selatan mengalami perubahan lingkungan dari darat ke lingkungan transisi pada Oli-gosen Atas.

Formasi Rajamandala tersusun oleh batugamping, yang di beberapa lokasi memperlihatkan perkembangan terumbu. Formasi ini berumur Oligo-sen atas hingga Miosen Bawah. For-masi Rajamandala, kemudian ditum-pangi secara tak selaras oleh Formasi Citarum, suatu endapan dari sistem kipas laut dalam bagian luar atau outer fan yang berumur Miosen Bawah, sedangkan Formasi Jampang merupakan endapan bagian dalam dari sistem tersebut atau pada bagian inner fan. Ciri litologi penyusun Formasi Citarum umumnya sama dengan Formasi Jampang, perbeda-annya hanya terletak pada aspek tekstural, karena Formasi Jampang tersusun oleh material yang relatif lebih kasar.

Di atas Formasi Citarum diendap-kan Formasi Saguling, yang berumur Miosen Tengah. Litologi formasi ini terutama dicirikan oleh satuan breksi. Di atas Formasi Saguling terdapat Formasi Bantargadung, yang berumur Miosen Tengah. Formasi ini masih diendapkan dalam pengaruh sistem turbidit. Ciri litologinya ditandai dengan perselingan batupasir grey-wacke dan batulempung. Formasi-formasi batuan termuda di Cekungan Bogor umumnya masih diendapkan dalam pengaruh sistem turbidit. Formasi Cigadung merupakan satuan termuda di Cekungan Bogor yang berumur Miosen Akhir, tersingkap di Pelabuhan Ratu. Material penyusun formasi ini terdiri atas material rombakan atau recycled dari Formasi Jampang dan Formasi Bojonglopang, sedangkan di daerah Karawang bagian selatan, formasi batuan yang diendapkan seumur dengan Cigadung adalah Formasi Cantayan. Litologi Formasi ini dicirikan oleh susunan batupasir dan batulempung dengan sisipan breksi.

KERANGKA TEKTONIK

Pola struktur dan geologi Jawa Barat secara umum dipengaruhi oleh ada-nya aktivitas tumbukan lempeng kon-vergen antara Lempeng Indo Austalia (Hindia Australia), yang bergerak ke utara, dengan Lempeng Eurasia (Lem-peng Asia), yang bergerak menuju selatan. Pada saat ini posisi jalur tum-bukan kedua lempeng tersebut ber-ada di bagian selatan Pulau Jawa (Sa-mudra Hindia), suatu jalur tempat di-mana Lempeng Indo Australia menyu-sup di bawah Lempeng Eurasia. 

Peris-tiwa tersebut, di Jawa Barat meng-hasilkan elemen tektonik utama berupa jalur subduksi (trench), Busur luar non vulkanik (outer arc ridge), Cekungan muka busur (fore arc basin), jalur magmatik (magmatic arc) dan Cekungan belakang busur (back arc basin). Kedudukan elemen tektonik ini telah mengalami beberapa kali perubahan sejak Zaman Kapur hingga sekarang. Pada Zaman Kapur posisi subduksi di Jawa Barat, mele-wati daerah Ciletuh Sukabumi. 

Bukti geologi yang menunjukkan hal ter-sebut adalah tersingkapnya batuan kerabat ofiolit, melange dan olisto-strom (Kapur-Eosen) di daerah Cile-tuh, Sukabumi, yang pembentukan-nya terjadi di zona subduksi, ter-masuk pula prisma akresi (accretionary wedge). Elemen tekto-nik jalur volkanik yang terjadi pada saat itu berada di bagian utara Jawa, dibuktikan dengan adanya produk volkanik yang dikenal sebagai Formasi Jatibarang.

Pada Kala Paleogen terjadi tekto-nik regangan yang menghasilkan pola struktur horst dan graben. Pemben-tukan pola struktur inilah yang meng-awali pembentukan cekungan sedi-men Tersier di Jawa. Salah satu ce-kungan yang terbentuk pada saat itu dijumpai di daerah Ciletuh, Sukabumi. Bentuk cekungannya memanjang se-arah dengan lembah Cimandiri. Pada saat itu cekungan diisi oleh sedimen yang berasal dari dua arah, yang pertama berasal dari arah selatan-tenggara, berasosiasi dengan materi volkanik. Sumber sedimentasi lainnya berasal dari dari arah utara yang kaya akan detritus kuarsa yang ditafsirkan berasal dari Sunda Land (Martodjojo, 1984). 

Pada Akhir Paleogen cekungan tersebut mengalami pengangkatan dan pensesaran sejalan dengan ter-bentuknya aktifitas volkanik Neogen. Pada Awal Neogen daerah Ciletuh terletak pada sumbu pusat magma-tisme yang menghasilkan endapan vulkanoklastik maupun batuan beku intrusif dan ekstrusif. Batas utara jalur vulkanik Neogen Awal ini dikenal sebagai kelurusan struktur lembah Cimandiri (Van Bemmelen, 1949; Martodjojo, 1984). Salah satu produk dari aktifitas vulkanik Neogen ini yang umum dijumpaidi selatan Jawa adalah Formasi Andesit Tua (Old Andesite Formation) yang selanjutnya dikenal sebagai Formasi Jampang. Menurut Martodjojo (1984, 1987), di Jawa Bagian Barat terdapat tiga busur magmatik. Busur magmatik yang ter-tua ditandai oleh kehadiran jalur gra-nit, dan batuan volkanik Formasi Jam-pang yang berumur Kapur hingga Miosen. Busur magmatik kedua yang berumur Oligo-Mio terletak di sebelah selatan Pulau Jawa, dan busur mag-matik ketiga merupakan jalur-jalur gunungapi aktif dan volkanisma Resen.

Status morfotektonik Cekungan Bogor ditentukan berdasarkan posisi relatifnya trehadap ketiga busur mag-matik tersebut. Dari Zaman Kapur hingga Eosen, Cekungan Bogor me-rupakan cekungan muka busur yang polanya memiliki kesejajaran dengan arah Meratus, mulai dari Oligosen Akhir sampai Pliosen Cekungan Bogor berkembang sebagai cekungan bela-kang busur yang memiliki pola kese-jajaran dengan arah Sumatra (Marto-djojo, 1984). Menurut Martodjojo (1987), pola geometri dari struktur di Jawa Barat dapat dikelompokkan atas tiga pola utama, yang tertua yaitu Pola Meratus yang terorientasi pada arah baratlaut-tenggara, dan pola terakhir yang ketiga berarah utara-selatan.

Pola Meratus merupakan ekspresi geometri dari jalur-jalur patahan naik yang berarah timurlaut-baratdaya. Jalur-jalur patahan naik ini dapat di- amati pada kompleks melange di dae-rah Ciletuh dan pada singkapan Cile-tuh sendiri. Sistem patahan yang ke-dua, yaitu sistem patahan yang ter-orientasi dalam kesejajaran dengan pola Sumatra. Pola ini merupakan po-la yang paling luas sebarannya. Pola ini umumnya merupakan ekspresi geometri dari sistem lipatan-anjakan yang anjakannya mengarah ke timurlaut. Sistem patahan ini disim-pulkan sebagai jalur thrust-fold belakang busur.

GEOLOGI SEJARAH

Setelah terjadi proses deformasi pada akhir Zaman Kapur sampai Pa-leosen, daerah Sukabumi-Pelabuhan Ratu dan sekitarnya merupakan ba-gian daratan. Diduga sesar awal dari Cimandiri telah ada akibat tektonik awal Tersier

Daratan tersebut di atas secara berangsur mengalami denudasi (de-gradasi), paling tidak sejak Eosen Bawah dan agradasi atau sedimentasi yang terbentuk berada sekitar Masif atau Padatan Ciletuh dan Tinggian Bayah dan Walat serta sepanjang pedataran pantai (coastal plain) Eosen Bawah. Sedimen yang terbentuk adalah pasir kuarsa pantai. Setempat sepanjang pedataran pantai ini se-lama Eosen kemudian berkembang pula daerah transisi (berawa-rawa dan berlaguna). Akibat fluktuasi muka air laut di dalam lapisan sedimen pasir ini terselip pula lapisan atau sedimen organis disertai setempat sedimen karbonatan. 

Menjelang akhir Eosen pada bagian tertentu terjadi peng-angkatan di bagian tepi cekungan, sehingga batuan Eosen setempat secara tidak selaras ditutupi oleh sedimen krakalan, pasiran, dan lem-pungan serta organis selama Oligosen Tengah. Sejak Oligosen Atas sampai Miosen Tengah umumnya terjadi transgresi. Transgresi Akhir Oligosen sampai Miosen Bawah membentuk terutama sedimen napalan dan kar-bonatan (setempat berterumbu ka-rang) dan di bagian cekungan ling-kungan relatif laut dalam berkembang sedimentasi turbiditis dan gravitatif, terutama selama Miosen Bawah sampai Miosen Tengah. Sumber se-dimentasi (provenance) terutama ber-ada di bagian utara, yakni di bagian daratan Busur Plutonisma Vulkanisma Paleogen.

Selama Miosen Bawah dan sete-rusnya gerakan-gerakan kerak bumi dibagian tepi cekungan (parasutura/ cekungan muka busur) dalam proses awal kegiatan magmatis pembentuk-an plutonisme–vulkanisme Neogen sampai yang lebih muda, sehingga di tempat-tempat tertentu terbentuk gunungapi marin dan sub-marine. Sejak Miosen Bawah sampai Miosen Tengah transgresi terjadi dan seba-gian besar daerah Sukabumi-Pelabuh-an Ratu dan sekitarnya dipengaruhi invasi air laut. Bersamaan dengan proses awal pembentukan busur magmatis Neogen yang jalurnya cen-derung di bagian selatan dari busur magmatis Paleogen, maka di bagian utara dari zona busur batu ini terben-tuklah proses awal dari pembentukan cekungan episutura/cekungan bela-kang busur pada awal Miosen Bawah. Sedimentasi awal pada Miosen Bawah di bagian cekungan ini dimulai dengan sedimentasi bersifat pasir, lempungan dan organis (transisi) yang secara berangsur sampai menjelang akhir Miosen lebih bersifat karbonatan, na-palan, lempungan, dan pasiran, se-bagai ciri endapan epikontinen (pa-paran)

Menjelang Miosen Atas sampai akhir Miosen (Mio-Pliosen) terjadi pro-ses deformasi sehingga daratan busur magmatis (Plutonisma-vulkanisma) Neogen di bagian pusat Pulau Jawa bagian barat terangkat dan terlipat. Bersama dengan proses tersebut di atas terjadi pula regresi untuk sebagi-an daerah jawa bagian barat, terma-suk daerah Sukabumi-Pelabuhan Ratu dan sekitarnya. Sesar Cimandiri lebih berkembang dan sejumlah tinggian (High) dan terban (Low) lebih ber-kembang pula dalam sistem sesar yang lebih kompleks. 

Baik dibagian utara, maupun dibagian selatan darat yang terbentuk pada bagian tepi pan-tai sejak Miosen Atas (dibagian selat-an) akhir Miosen Atas Pliosen Bawah di bagian pantai utara terbentuk se-dimen transisi sampai laut dangkal yang setempat berterumbu karang. Kegiatan vulkanisma juga mening-katkan seperti pada Kala Miosen se-lama Pliosen, dan fluktuasi muka air laut selama Pliosen Cenderung regresi. Keadaan ini ditunjang pula oleh gerakan-gerakan terjadi men-jelang akhir Pliosen. Pada akhir Plio-sen atau Plio-Plistosen terjadi proses tektonik (deformasi) yang ditandai dengan proses pengangkatan lebih dominan sehingga pada Plistosen Ba-wah umumnya Pulau Sumatra, Pulau Jawa, dan Pulau Kalimantan merupa-kan satu kesatuan daratan, yang ke-mudian dipisahkan lagi oleh laut sete-lah terjadi proses intraglasiasi menje-lang akhir Pliostosen atau Plisto-Holosen. Sejak waktu itu sampai se-karang tampaklah geografi Indonesia Bagian Barat (IBB) umumnya dan daerah Sukabumi-Pelabuhan Ratu dan sekitarnya seperti yang tampak pada saat ini. 

KESIMPULAN 

Sejarah geologi daerah Sukabumi-Pelabuhan Ratu dapat direkonstruksi melalui kajian fisiografi Jawa Barat, kerangka stratigrafi, dan kerangka tektonik yang diwakili oleh struktur geologi yang berkembang di daerah tersebut. Kondisi geografi daerah Sukabumi-Pelabuhan Ratu yang tampak pada saat ini telah terbentuk sejak Plistosen atau Plisto-Holosen.

DAFTAR PUSTAKA
  • Bauman, P., Genevrraye, P., de, Samuel, L., Mudjito dan Sajekti, S., 1973, Contribution to the Geological Knowledge of SouthWest Java, Proc.2nd Annual Convention Indonesian Petroleum Assoc, hlm. 105 – 108 
  • Effendi, A.C., 1974, Peta Geologi Lembar Bogor, Jawa, Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi, Bandung 
  • Martodjojo, S., 1984, Evolusi Cekungan Bogor, Jawa Barat, Disertasi Doktor, Dept. Teknik Geologi, ITB, hlm. 196 – 240 
  • Martodjojo, S., 1987, Field Trip Guidebook to Gunung Walat and Pasir Bongkok Quarry Cibadak, West Java, Mobil Oil Indonesia Inc. and Mobil Dallas Research Laboratory, 55 hlm.
  • Sukamto, R., 1975, Peta Geologi Lembar Jampang dan Balekam-bang, Jawa, Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi, Bandung

Harap Berkomentar Yang Baik Ya.
EmoticonEmoticon