MODUL MULTIKULTURAL
Ciri-Ciri Masyarakat Multikultural
Pernahkah kamu mendengar istilah multikultural? Istilah multicultural akhir-akhir ini mulai diperbincangkan di berbagai kalangan berkenaan dengan merebaknya konflik etnis di negara ini. Multikultural yang dimiliki Indonesia dianggap faktor utama terjadinya konflik. Konflik berbau sara yaitu suku, agama, ras, dan antargolongan yang terjadi di Aceh, Ambon, Papua, Kupang, Maluku dan berbagai daerah lainnya adalah realitas yang dapat mengancam integrasi bangsa di satu sisi dan membutuhkan solusi konkret dalam penyelesaiannya di sisi lain. Hingga muncullah konsep multikulturalisme. Multikulturalisme dijadikan sebagai acuan utama terbentuknya masyarakat multikultural yang damai. Lantas, apa itu multikultural dan multikulturalisme?
1. Masyarakat Multikultural
Menurut C.W. Watson (1998) dalam bukunya Multiculturalism, membicarakan masyarakat multikultural adalah membicarakan tentang masyarakat negara, bangsa, daerah, bahkan lokasi geografis terbatas seperti kota atau sekolah, yang terdiri atas orang-orang yang memiliki kebudayaan yang berbeda-beda dalam kesederajatan. Pada hakikatnya masyarakat multikultural adalah masyarakat yang terdiri atas berbagai macam suku yang masing-masing mempunyai struktur budaya (culture) yang berbeda-beda. Dalam hal ini masyarakat multikultural tidak bersifat homogen, namun memiliki karakteristik heterogen di mana pola hubungan sosial antarindividu di masyarakat bersifat toleran dan harus menerima kenyataan untuk hidup berdampingan secara damai (peace co-exixtence) satu sama lain dengan perbedaan yang melekat pada tiap etnisitas sosial dan politiknya. Oleh karena itu, dalam sebuah masyarakat multikultural sangat mungkin terjadi konflik vertikal dan horizontal yang dapat menghancurkan masyarakat tersebut. Sebagai contoh, pertikaian yang melibatkan sentimen etnis, ras, golongan dan juga agama terjadi di berbagai negara mulai dari Yugoslavia, Cekoslavia, Zaire hingga Rwanda, dari bekas Uni Soviet sampai Sudan, dari Sri Lanka, India hingga Indonesia.
Indonesia merupakan masyarakat multikultural. Hal ini terbukti di Indonesia memiliki banyak suku bangsa yang masing-masing mempunyai struktur budaya yang berbedabeda. Perbedaan ini dapat dilihat dari perbedaan bahasa, adat istiadat, religi, tipe kesenian, dan lain-lain. Pada dasarnya suatu masyarakat dikatakan multicultural jika dalam masyarakat tersebut memiliki keanekaragaman dan perbedaan. Keragaman dan perbedaan yang dimaksud antara lain, keragaman struktur budaya yang berakar pada perbedaan standar nilai yang berbeda-beda, keragaman ras, suku, dan agama, keragaman ciri-ciri fisik seperti warna kulit, rambut, raut muka, postur tubuh, dan lain-lain, serta keragaman kelompok sosial dalam masyarakat.
Konsepsi Tentang Masyarakat Multikultural
Berikut ini adalah beberapa pengertian masyarakat multicultural (majemuk).
a. J.S. Furnivall (1967)
Bahwa masyarakat multicultural merupakan masyarakat yang terdiri atas dua atau lebih komunitas (kelompok) yang secara cultural dan ekonomi terpisah-pisah serta memiliki struktur kelembagaan yang berbeda-beda satu sama lainnya. Dengan demikian, berdasarkan konfigurasi (susuannnya dan komunitas etnisnya, masyarakat majemuk dibedakan menjadi empat kategori, yaitu:
1) Masyarakat majemuk dengan komposisi seimbang
2) Masyarakat majemuk dengan mayoritas dominan
3) Masyarakat majemuk dengan minoritas dominan
4) Masyarakat majemuk dengan fragmentasi
b. Nasikun (2004)
Masyarakat majemuk merupakan suatu masyarakat yang menganut berbagai system nilai yang dianut oleh berbagai kesatuan sosial yang menjadi bagian-bagiannya adalah sedemikian rupa sehingga para anggotanya kurang memiliki loyalitas terhadap masyarakat sebagai suatu keseluruhan, kurang memiliki homogenitas kebudayaan atau bahkan kurang memiliki dasar-dasar untuk saling memahami satu sama lain.
c. Pierre L. Vanden Berghe
Beliau hanya menyebutkan sifat-sifat dari masyarakat multicultural sebagai berikut:
Terjadinya segmentasi dalam bentuk kelompok-kelompok yang sering kali memiliki sub-kebudayaan yang satu sama lain berbeda.
Memiliki struktur social yang berbagi-bagi ke dalam lembaga-lembaga yang bersifat nonkomplementer.
Kurang mengembangkan consensus di antara para anggotanya terhadap nilai-nilai yang bersifat dasar.
Secara relative, sering kali mengalami konflik-konflik di antara kelompok yang satu dangan kelompok yang lainnya.
Secara relative, integritas social tumbuh di atas paksaan dan ketergantungan di dalam bidang ekonomi.
Adanya dominasi politik oleh suatu kelompok atas kelompok-kelompok yang lainnya.
d. Clifford Geertz (1973)
Ia menyebut konsep masyarakat majemuk sebagai ”masyarakat pluralistic”. Masyarakat Plural setidak-tidaknya ditandai oleh ikatan-ikatan primodial yang dapat diartikan dengan budaya pencitraan atau “penandaan” yang diberikan (given), diantaranya:
Ras
Bahasa
Daerah/ wilayah Geografis
Agama
Budaya
Selain itu, sikap yang harus dilakukan dalam masyarakat kultural dapat diartikan sebagai berikut.
a. Pengakuan terhadap berbagai perbedaan dan kompleksitas kehidupan dalam masyarakat.
b. Perlakuan yang sama terhadap berbagai komunitas dan budaya, baik yang mayoritas maupun minoritas.
c. Kesederajatan kedudukan dalam berbagai keanekaragaman dan perbedaan, baik secara individu ataupun kelompok serta budaya.
d. Penghargaan yang tinggi terhadap hak-hak asasi manusia dan saling menghormati dalam perbedaan.
e. Unsur kebersamaan, kerja sama, dan hidup berdampingan secara damai dalam perbedaan.
Sikap yang Harus Dihindari Untuk membangun masyarakat multikultural yang rukun dan bersatu, ada beberapa nilai yang harus dihindari, yaitu:
1. Primordialisme
Primordialisme artinya perasaan kesukuan yang berlebihan. Menganggap suku bangsanya sendiri yang paling unggul, maju, dan baik. Sikap ini tidak baik untuk dikembangkan di masyarakat yang multicultural seperti Indonesia. Apabila sikap ini ada dalam diri warga suatu bangsa, maka kecil kemungkinan mereka untuk bisa menerima keberadaan suku bangsa yang lain.
2. Etnosentrisme
Etnosentrisme artinya sikap atau pandangan yang berpangkal pada masyarakat dan kebudayaannya sendiri, biasanya disertai dengan sikap dan pandangan yang meremehkan masyarakat dan kebudayaan
yang lain. Indonesia bisa maju dengan bekal kebersamaan, sebab tanpa itu yang muncul adalah disintegrasi sosial. Apabila sikap dan pandangan ini dibiarkan maka akan memunculkan provinsialisme yaitu paham atau gerakan yang bersifat kedaerahan dan eksklusivisme yaitu paham yang mempunyai kecenderungan untuk memisahkan diri dari masyarakat.
3. Diskriminatif
Diskriminatif adalah sikap yang membeda-bedakan perlakuan terhadap sesama warga negara berdasarkan warna kulit, golongan, suku bangsa, ekonomi, agama, dan lain-lain. Sikap ini sangat berbahaya untuk dikembangkan karena bisa memicu munculnya antipati terhadap sesame warga negara.
4. Stereotip
Stereotip adalah konsepsi mengenai sifat suatu golongan berdasarkan prasangka yang subjektif dan tidak tepat. Indonesia memang memiliki keragaman suku bangsa dan masing-masing suku bangsa memiliki cirri khas. Tidak tepat apabila perbedaan itu kita besar-besarkan hingga membentuk sebuah kebencian
Pada deskripsi di depan telah diungkapkan secara jelas tentang masyarakat multikultural. Untuk menambah wawasan dan pengetahuanmu akan materi ini, cobalah menggali informasi sebanyak-banyaknya tentang masyarakat kultural di dunia. Manfaatkan buku-buku di perpustakaan, artikel-artikel di media massa atau wacana multikultural di situs-situs internet. Dengan datadata yang ada, buatlah sebuah tulisan singkat tentang masyarakat multikultural. Selanjutnya bacakan di depan kelas.
2. Multikulturalisme
Berbicara mengenai masyarakat multikultural mau tidak mau pembahasan kita akan mengarah pada multikulturalisme. Hal ini dikarenakan antara masyarakat multikultural dengan multikulturalisme memiliki keeratan hubungan. Keragaman struktur budaya dalam masyarakat membentuk suatu masyarakat yang multikultur. Kehidupan masyarakat multikultural rentan adanya konflik sosial. Oleh karena itu, dibentuklah multikulturalisme sebagai acuan utama terwujudnya kedamaian di tengah keragaman. Lantas, apa yang dimaksud dengan multikulturalisme?
Multikulturalisme adalah sebuah ideologi yang mengakui dan mengagungkan perbedaan dalam kesederajatan baik secara individual maupun secara kebudayaan. Dalam multikulturalisme, sebuah masyarakat (termasuk juga masyarakat Indonesia) dilihat sebagai sebuah kebudayaan yang berlaku umum dalam masyarakat tersebut yang coraknya seperti sebuah mozaik. Di dalam mozaik tercakup semua kebudayaan dari masing-masing suku bangsa yang sangat jelas dan belum tercampur oleh warna budaya lain membentuk masyarakat yang lebih besar.
Ide multikulturalisme menurut Taylor merupakan suatu gagasan untuk mengatur keberagaman dengan prinsip-prinsip dasar pengakuan akan keberagaman itu sendiri (politics of recognition). Gagasan ini menyangkut pengaturan relasi antara kelompok mayoritas dan minoritas, keberadaan kelompok imigran masyarakat adat dan lainlain. Sedangkan Parsudi Suparlan mengungkapkan bahwa multikulturalisme adalah sebuah ideologi yang mengakui dan mengagungkan perbedaan dalam kesederajatan baik secara individual maupun secara kebudayaan. Oleh karena itu, konsep multikulturalisme tidaklah dapat disamakan dengan konsep keanekaragaman secara suku bangsa (ethnic) atau kebudayaan suku bangsa yang menjadi ciri khas masyarakat majemuk, karena multikulturalisme menekankan kebudayaan dalam kesederajatan. Berkaitan dengan konflik sosial, multikulturalisme merupakan paradigma baru dalam upaya merajut kembali hubungan antarmanusia yang belakangan selalu hidup dalam suasana penuh konfliktual. Secara sederhana, multikulturalisme dapat dipahami sebagai suatu konsep keanekaragaman budaya dan kompleksitas dalam masyarakat. Melalui multikulturalisme masyarakat diajak untuk menjunjung tinggi toleransi, kerukunan dan perdamaian bukan konflik atau kekerasan dalam arus perubahan sosial. Meskipun berada dalam perbedaan sistem sosial berpijak dari pemikiran tersebut, paradigma multikulturalisme
diharapkan menjadi solusi konflik sosial yang terjadi saat ini.
Dengan demikian, inti multikulturalisme adalah kesediaan menerima kelompok lain secara sama sebagai kesatuan, tanpa memedulikan perbedaan budaya, etnis, gender, bahasa, ataupun agama. Sedangkan fokus multikulturalisme terletak pada pemahaman akan hidup penuh dengan perbedaan sosial budaya, baik secara individual maupun kelompok dan masyarakat. Dalam hal ini individu dilihat sebagai refleksi dari kesatuan sosial dan budaya.
Bagi Indonesia, multikultural merupakan suatu strategi dan integrasi sosial di mana keanekaragaman budaya benar diakui dan dihormati, sehingga dapat difungsikan secara efektif dalam mengatasi setiap isu-isu separatisme dan disintegrasi sosial. Multikulturalisme mengajarkan semangat kemanunggalan atau ketunggalan (tunggal ika) yang paling potensial akan melahirkan persatuan kuat, tetapi pengakuan adanya pluralitas (Bhinneka) budaya bangsa inilah yang lebih menjamin persatuan bangsa.
Keragaman struktur budaya dalam masyarakat menjadikan multikulturalisme terbagi menjadi beberapa bentuk, yaitu:
a. Multikulturalisme Isolasi
Masyarakat jenis ini biasanya menjalankan hidup secara otonom dan terlibat dalam interaksi yang saling mengenal satu sama lain. Kelompok-kelompok tersebut pada dasarnya menerima keragaman, namun pada saat yang sama berusaha mempertahankan budaya mereka secara terpisah dari masyarakat lain umumnya.
b. Multikulturalisme Akomodatif
Masyarakat ini memiliki kultur dominan, yang membuat penyesuaian-penyesuaian dan akomodasi-akomodasi tertentu bagi kebutuhan kultural kaum minoritas. Masyarakat multicultural akomodatif merumuskan dan menerapkan undang-undang, hukum, dan ketentuan-ketentuan yang sensitif secara kultural, serta memberikan kebebasan kepada kaum minoritas untuk mengembangkan/mempertahankan kebudayaan mereka. Sebaliknya, kaum minoritas tidak menentang kultur dominan.
c. Multikulturalisme Otonomi
Dalam model ini kelompok-kelompok kultural utama berusaha mewujudkan kesetaraan (equality) dengan budaya dominan dan menginginkan kehidupan otonom dalam kerangka politik yang secara kolektif dapat diterima. Prinsip-prinsip pokok kehidupan kelompok-kelompok dalam multikultural jenis ini adalah mempertahankan cara hidup mereka masing-masing yang memiliki hak-hak sama dengan kelompok dominan. Mereka juga menentang kelompok dominan dan berusaha menciptakan suatu masyarakat di mana semua kelompok bisa eksis sebagai mitra sejajar.
d. Multikulturalisme Kritikal/Interaktif
Jenis multikulturalisme ini terjadi pada masyarakat plural di mana kelompok-kelompok yang ada sebenarnya tidak terlalu menuntut kehidupan otonom, akan tetapi lebih menuntut penciptaan kultur kolektif yang menegaskan perspektif-perspektif distingtif mereka. Kelompok dominan dalam hal ini tentunya menolak, bahkan berusaha secara paksa menerapkan budaya dominan mereka dengan mengorbankan budaya kelompok-kelompok minoritas.
e. Multikulturalisme Kosmopolitan
Kehidupan dalam multikulturalisme jenis ini berusaha menghapus segala macam batas-batas kultural untuk menciptakan masyarakat yang setiap individu tidak lagi terikat pada budaya tertentu. Bisa juga sebaliknya, yaitu tiap individu bebas dengan kehidupan-kehidupan lintas kultural atau mengembangkan kehidupan kultural masing-masing.
Persebaran Multikulturalisme di Amerika Serikat
Di Amerika Serikat dan negara-negara Barat, sampai pada Perang Dunia II masyarakatnya hanya mengenal adanya satu kebudayaan, yaitu kebudayaan kulit putih yang Kristen. Golongan-golongan lainnya dianggap sebagai kaum minoritas dengan segala hak-hak yang dibatasi dan dikebiri. Pada akhir tahun 1950-an di Amerika Serikat muncul berbagai gejolak persamaan hak bagi golongan minoritas, kulit hitam dan kulit berwarna. Puncaknya, pada tahun 1960-an muncul larangan perlakuan diskriminasi orang kulit putih terhadap orang kulit hitam dan berwarna di tempat-tempat
umum. Kondisi ini menjadikan perjuangan hak-hak sipil menjadi lebih efektif melalui berbagai kegiatan affirmative action yang membantu kaum minoritas untuk dapat mengejar ketertinggalan mereka dari golongan kulit putih yang dominan di berbagai posisi dan jabatan dalam berbagai pekerjaan dan usaha.
Di tahun 1970-an upaya-upaya untuk mencapai kesederajatan dalam perbedaan mengalami berbagai hambatan. Hal ini dikarenakan corak kebudayaan kulit putih yang Protestan berbeda dengan corak kebudayaan orang kulit hitam, orang Indian atau pribumi Amerika, dan dari berbagai kebudayaan bangsa dan suku bangsa yang tergolong minoritas. Selanjutnya, para cendekiawan dan pejabat pemerintah yang prodemokrasi dan HAM, antirasisme dan diskriminasi menyebarluaskan konsep multikulturalisme dalam bentuk pengajaran dan pendidikan di sekolah-sekolah. Bahkan anakanak Cina, Meksiko, dan berbagai golongan suku bangsa lainnya mulai belajar dengan menggunakan bahasa ibunya di sekolah sampai pada tahaptahap tertentu. Oleh karena itu, Amerika Serikat kini mampu mengatakan ”we are all multiculturalists now”.
B. Faktor- Faktor Penyebab Timbulnya Masyarakat Multikultural
Pada dasarnya semua bangsa di dunia bersifat multikultural. Adanya masyarakat multikultural memberikan nilai tambah bagi bangsa tersebut. Keragaman ras, etnis, suku, ataupun agama menjadi karakteristik tersendiri, sebagaimana bangsa Indonesia yang unik dan rumit karena kemajemukan suku bangsa, agama, bangsa, maupun ras. Masyarakat multikultural Indonesia adalah sebuah masyarakat yang berdasarkan pada ideologi multikulturalisme atau Bhinneka Tunggal Ika yang multikultural, yang melandasi corak struktur masyarakat Indonesia pada tingkat nasional dan lokal. Berkaca dari masyarakat multikultural bangsa Indonesia, kita akan mempelajari penyebab terbentuknya masyarakat multikultural.
Cobalah perhatikan peta Indonesia! Setelah melihatnya apa yang ada dalam benakmu? Terlihat Indonesia, sebagai sebuah negara yang kaya akan khazanah budaya. Beribu-ribu pulau berjajar dari ujung barat sampai ujung timur, mulai dari Sumatra hingga Papua. Setiap pulau memiliki suku bangsa, etnis, agama, dan ras masing-masing. Keadaan inilah yang menjadikan masyarakat Indonesia menjadi masyarakat multikultural. Semboyan Bhinneka Tunggal Ika bisa jadi merupakan sebuah ”monumen” betapa bangsa yang mendiami wilayah dari Sabang sampai Merauke ini memang merupakan bangsa yang majemuk, plural, dan beragam. Majemuk artinya terdiri atas beberapa bagian yang merupakan kesatuan, plural artinya lebih dari satu, sedangkan beragam artinya berwarna-warni. Bisa kamu bayangkan bagaimana wujud bangsa Indonesia. Mungkin dapat diibaratkan sebagai sebuah pelangi. Pelangi itu akan kelihatan indah apabila beragam unsur warnanya bisa bersatu begitu pula dengan bangsa kita. Indonesia akan menjadi bangsa yang damai dan sejahtera apabila suku bangsa dan semua unsure kebudayaannya mau bertenggang rasa membentuk satu kesatuan. Kita mencita-citakan keanekaragaman suku bangsa dan perbedaan kebudayaan bukan menjadi penghambat tetapi perekat tercapainya
persatuan Indonesia.
Namun, kenyataan membuktikan bahwa tidak selamanya keanekaragaman budaya dan masyarakat itu bisa menjadikannya pelangi. Keanekaragaman budaya dan masyarakat dianggap pendorong utama munculnya persoalan-persoalan baru bagi bangsa Indonesia. Contoh keanekaragaman yang berpotensi menimbulkan permasalahan baru sebagai berikut.
1. Keanekaragaman Suku Bangsa
Indonesia adalah salah satu negara di dunia yang memiliki kekayaan budaya yang luar biasa banyaknya. Yang menjadi sebab adalah keberadaan ratusan suku bangsa yang hidup
dan berkembang di berbagai tempat di wilayah Indonesia. Kita bisa membayangkan apa jadinya apabila masing-masing suku bangsa itu mempunyai karakter, adat istiadat, bahasa, kebiasaan, dan lain-lain. Kompleksitas nilai, norma, dan kebiasaan itu bagi warga suku bangsa yang bersangkutan mungkin tidak menjadi masalah. Permasalahan baru muncul ketika suku bangsa itu harus berinteraksi sosial dengan suku bangsa yang lain. Konkretnya, apa yang akan terjadi denganmu saat harus bertemu dan berkomunikasi dengan temanmu yang berasal dari suku bangsa yang lain?
2. Keanekaragaman Agama
Letak kepulauan Nusantara pada posisi silang di antara dua samudra dan dua benua, jelas mempunyai pengaruh yang penting bagi munculnya keanekaragaman masyarakat dan budaya. Dengan didukung oleh potensi sumber alam yang melimpah, maka Indonesia menjadi sasaran pelayaran dan perdagangan dunia. Apalagi di dalamnya telah terbentuk jaringan perdagangan dan pelayaran antarpulau. Dampak interaksi dengan bangsa-bangsa lain itu adalah masuknya beragam bentuk pengaruh agama dan kebudayaan. Selain melakukan aktivitas perdagangan, para saudagar Islam, Hindu, Buddha, juga membawa dan menyebarkan ajaran agamanya. Apalagi setelah bangsa Barat juga masuk dan terlibat di dalamnya. Agama-agama besar pun muncul dan berkembang di Indonesia, dengan jumlah penganut yang berbeda-beda. Kerukunan antarumat beragama menjadi idam-idaman hampir semua orang, karena tidak satu agama pun yang mengajarkan permusuhan. Tetapi, mengapa juga tidak jarang terjadi konflik atas nama agama?
3. Keanekaragaman Ras
Salah satu dampak terbukanya letak geografis Indonesia, banyak bangsa luar yang bisa masuk dan berinteraksi dengan bangsa Indonesia. Misalnya, keturunan Arab, India, Persia, Cina, Hadramaut, dan lain-lain. Dengan sejarah, kita bisa merunut bagaimana asal usulnya.
Bangsa-bangsa asing itu tidak saja hidup dan tinggal di Indonesia, tetapi juga mampu berkembang secara turun-temurun membentuk golongan sosial dalam masyarakat kita. Mereka saling berinteraksi dengan penduduk pribumi dari waktu ke waktu. Bahkan ada di antaranya yang mampu mendominasi kehidupan perekonomian nasional. Misalnya, keturunan Cina. Permasalahannya, mengapa sering terjadi konflik dengan orang pribumi?
Dari keterangan-keterangan tersebut terlihat bahwa bangsa Indonesia terdiri atas berbagai kelompok etnis, agama, budaya yang berpotensi menimbulkan konflik sosial. Berkaitan dengan perbedaan identitas dan konflik sosial muncul tiga kelompok sudut pandang yang berkembang, yaitu:
1. Pandangan Primordialisme
Kelompok ini menganggap perbedaan-perbedaan yang berasal dari genetika seperti suku, ras, agama merupakan sumber utama lahirnya benturan-benturan kepentingan etnis maupun budaya.
2. Pandangan Kaum Instrumentalisme
Menurut mereka, suku, agama, dan identitas yang lain dianggap sebagai alat yang digunakan individu atau kelompok untuk mengejar tujuan yang lebih besar baik dalam bentuk materiil maupun nonmateriil.
3. Pandangan Kaum Konstruktivisme
Kelompok ini beranggapan bahwa identitas kelompok tidak bersifat kaku, sebagaimana yang dibayangkan kaum primordialis. Etnisitas bagi kelompok ini dapat diolah hingga membentuk jaringan relasi pergaulan sosial. Oleh karena itu, etnisitas merupakan sumber kekayaan hakiki yang dimiliki manusia untuk saling mengenal dan memperkaya budaya. Bagi mereka persamaan adalah anugerah dan perbedaan adalah berkah.
Kenyataan ini menjadikan suatu tantangan baru bagi bangsa untuk mewujudkan masyarakat multikultural yang damai. Upaya membangun Indonesia yang multikultural dapat dilakukan dengan cara dan langkah yang tepat. Pertama menyebarkan konsep multikulturalisme secara luas dan memahamkan akan pentingya multikulturalisme bagi bangsa Indonesia, serta mendorong keinginan bangsa Indonesia pada tingkat nasional maupun lokal untuk mengadopsi dan menjadi pedoman hidupnya. Kedua, membentuk kesamaan pemahaman di antara para ahli mengenai makna multikulturalisme dan bangunan konsep-konsep yang mendukungnya. Ketiga, berbagai upaya dilakukan untuk dapat mewujudkan cita-cita ini.
KKeberagaman tidak hanya dimiliki oleh bangsa Indonesia. Pada dasarnya setiap bangsa di dunia memiliki keragaman misalnya Amerika, Meksiko, India, Thailand, Malaysia, dan lain-lain. Keragaman inilah menjadikan setiap bangsa berbeda satu sama lain serta memiliki nilai tambah di mata dunia. Hal ini dikarenakan adanya keragaman membentuk struktur budaya yang berbeda-beda dalam satu bangsa (kaya akan khazanah budaya). Keragaman ini dalam sosiologi dinamakan multikultural. Lantas pertanyaannya sekarang, apa yang menjadi penyebab munculnya masyarakat multikultural secara umum? Bersama kelompokmu, jawablah pertanyaan di depan. Adakan studi kepustakaan dari media massa tentang penyebab masyarakat multikultural secara umum. Tulislah hasilnya dalam bentuk laporan. Selanjutnya presentasikan di depan kelas.
C. Konflik yang Muncul Akibat Keanekaragaman
Sebagaimana telah dijelaskan di depan bahwa keragaman suku bangsa yang dimiliki Indonesia adalah letak kekuatan bangsa Indonesia itu sendiri. Selain itu, keadaan ini menjadikan Indonesia memiliki nilai tambah di mata dunia. Namun, di sisi lain realitas keanekaragaman Indonesia berpotensi besar menimbulkan konflik sosial berbau sara (suku, agama, ras, dan adat). Oleh karena itu, kemampuan untuk mengelola keragaman suku bangsa diperlukan guna mencegah terjadinya perpecahan yang mengganggu kesatuan bangsa. Konflik-konflik yang terjadi di Indonesia umumnya muncul sebagai akibat keanekaragaman etnis, agama, ras, dan adat, seperti konflik antaretnis yang terjadi di Kalimantan Barat, Sulawesi Tengah, Papua, dan lain-lain.
Di Kalimantan Barat adanya kesenjangan perlakuan aparat birokrasi dan hukum terhadap suku asli Dayak dan suku Madura menimbulkan kekecewaan yang mendalam. Akhirnya, perasaan ini meledak dalam bentuk konflik horizontal. Masyarakat Dayak yang termarginalisasi semakin terpinggirkan oleh kebijakan-kebijakan yang diskriminatif. Sementara penegakan hukum terhadap salah satu kelompok tidak berjalan sebagaimana mestinya. Sedangkan di Poso, Sulawesi Tengah konflik bernuansa sara mula-mula terjadi pada tanggal 24 Desember 1998 yang dipicu oleh seorang pemuda Kristen yang mabuk melukai seorang pemuda Islam di dalam Masjid Sayo. Kemudian pada pertengahan April 2000, terjadi lagi konflik yang dipicu oleh perkelahian antara pemuda Kristen yang mabuk dengan pemuda Islam di terminal bus Kota Poso. Perkelahian ini menyebabkanterbakarnya permukiman orang Pamona di Kelurahan Lambogia. Selanjutnya, permukiman Kristen melakukan tindakan balasan.
Dari dua kasus tersebut terlihat betapa perbedaan mampu memicu munculnya konflik sosial. Perbedaan-perbedaan yang disikapi dengan antisipasi justru akan menimbulkan kesengsaraan dan penderitaan banyak orang. Oleh karena itu, bagaimana kita bersikap dalam keanekaragaman benar-benar perlu diperhatikan. Untuk lebih jelasnya kita akan menganalisis konflik etnis antara Dayak dan Madura sebagai akibat keanekaragaman dan kekeliruan dalam menyikapi keanekaragaman tersebut melalui bilik info di bawah ini.
Konflik Dayak dan Madura
Penduduk asli Kalimantan Barat adalah suku Dayak yang hidup sebagai petani dan nelayan. Selain suku asli, suku lain yang telah masuk ke bumi Kalimantan adalah Melayu, Cina, Madura, Bugis, Minang, dan Batak.
Dalam berkomunikasi penduduk yang heterogen ini menggunakan bahasa Indonesia atau Melayu sebagai bahasa sehari-hari. Tetapi karena tingkat pendidikan mereka rendah, mereka memakai bahasa daerahnya masing-masing. Dengan demikian, sering kali ditemui kesalahpahaman di antara mereka. Terlebih jika umumnya orang Madura berbicara dengan orang Dayak, gaya komunikasi orang Madura yang keras ditangkap oleh orang Dayak sebagai kesombongan dan kekasaran.
Kebudayaan yang berbeda sering kali dijadikan dasar penyebab timbulnya suatu konflik pada masyarakat yang berbeda sosial budaya. Demikian juga yang terjadi pada konflik Dayak dan Madura yang terjadi pada akhir tahun 1996, yaitu terjadinya kasus Sanggau Ledo, Kabupaten Bengkayang (sebelum pertengahan tahun 1999 termasuk Kabupaten Sambas), di Kalimantan Barat. Konflik sosial sepertinya agak sulit terpisahkan dari dinamika kehidupan masyarakat Kalimantan. Setelah itu, pertikaian antaretnis terjadi lagi di Sambas, lalu disusul di Kota Pontianak, dan terakhir di Sampit serta menyebar ke semua wilayah di Kalimantan Tengah.
Orang Dayak yang ramah dan lembut merasa tidak nyaman dengan karakter orang Madura yang tidak menghormati atau menghargai orang Dayak sebagai penduduk lokal yang menghargai hukum adatnya. Hukum adat memegang peranan penting bagi orang Dayak. Tanah yang mereka miliki adalah warisan leluhur yang harus mereka pertahankan. Sering kali mereka terkena tipu daya masyarakat pendatang yang akhirnya berhasil menguasai atau bahkan menyerobot tanah mereka. Perilaku dan tindakan masyarakat pendatang khususnya orang Madura menimbulkan sentiment sendiri bagi orang Dayak yang menganggap mereka sebagai penjarah tanah mereka. Ditambah lagi dengan keberhasilan dan kerja keras orang Madura mengelola tanah dan menjadikan mereka sukses dalam bisnis pertanian.
Kebutuhan dasar yang tidak terpenuhi merupakan dasar dari munculnya suatu konflik-konflik . Masyarakat Dayak juga mempunyai suatu ciri yang dominan dalam mata pencaharian yaitu kebanyakan bergantung pada kehidupan bertani atau berladang. Dengan masuknya perusahaan kayu besar yang menggunduli kayu-kayu yang bernilai, sangatlah mendesak keberadaannya dalam bidang perekonomian. Perkebunan kelapa sawit yang menggantikannya lebih memilih orang pendatang sebagai pekerja daripada orang Dayak. Hal yang demikian menyebabkan masyarakat adat merasa terpinggirkan atau tertinggalkan dalam kegiatan perekonomian penting di daerahnya mereka sendiri. Perilaku orang Madura terhadap orang Dayak dan keserakahan mereka yang telah menguras dan merusak alamnya menjadi salah satu dasar pemicu timbulnya konflik di antara mereka.
Ketidakcocokan di antara karakter mereka menjadikan hubungan kedua etnis ini mudah menjadi suatu konflik. Ditambah lagi dengan tidak adanya pemahaman dari kedua etnis terhadap latar belakang sosial budaya masingmasing etnis. Kecurigaan dan kebencian membuat hubungan keduanya menjadi tegang dan tidak harmonis. Ketidakadilan juga dirasakan oleh masyarakat Dayak terhadap aparat keamanan yang tidak berlaku adil terhadap orang Madura yang melakukan pelanggaran hukum. Permintaan mereka untuk menghukum orang Madura yang melakukan pelanggaran hukum tidak diperhatikan oleh aparat penegak hukum. Hal ini pada akhirnya orang Dayak melakukan kekerasan langsung terhadap orang Madura, yaitu dengan penghancuran dan pembakaran permukiman orang Madura. Sumber: www.balitbangham.go.id
D. Pemecahan Masalah Keanekaragaman
Sungguh cerdas pujangga Mpu Tantular. Sesaat setelah melihat keanekaragaman masyarakat yang ada di dalam masyarakat Kerajaan Majapahit, ia membuat sebuah rumus sosial yang bisa mempersatukan seluruh perbedaan yang ada di masyarakat. Bahkan, rumus yang ia kemukakan itu bisa dijadikan acuan dalam menghadapi permasalahan yang muncul sebagai akibat keanekaragaman.
Ia kemudian kita ketahui menulis sebuah kitab Sutasoma, yang di dalamnya tertulis Bhinneka Tunggal Ika Tan Hana Dharma Mangrwa. Kamu tentu mengetahui apa arti dari kalimat ini. Tetapi pelajaran yang terpenting dari potongan sejarah ini adalah bahwa keanekaragaman bukanlah merupakan penghambat bagi tercapainya persatuan, kesatuan, dan kerukunan masyarakat. Fakta sejarah memang membuktikan bahwa kehidupan agama di Kerajaan Majapahit berjalan dengan sangat harmonis antara agama Hindu Siwa, Buddha, dan lainnya, bahkan hingga masuknya pengaruh agama Islam. Sebagai bukti adalah adanya kebijakan dari raja Majapahit saat membebaskan raja-raja bawahan di pesisir pantai utara Jawa untuk menganut agama Islam.
Itu terjadi pada abad-abad yang silam. Bagaimana cara mengatasi permasalahan yang muncul sebagai akibat dari keanekaragaman dan perubahan kebudayaan yang ada di masyarakat? Setidaknya ada dua potensi yang bisa dijadikan dasar pijakan untuk menyelesaikan permasalahan-permasalahan yang terjadi di masyarakat yang multikultural
seperti Indonesia.
1. Menggunakan Kearifan Lokal
Ada sisi positif dan negatif dari kehadiran ratusan suku bangsa di Indonesia. Selain bisa memperkaya khazanah kebudayaan nasional, juga menjadi pemicu munculnya disintegrasi sosial. Sering kita dengar terjadinya perang antarsuku atau konflik sosial antaretnis di Indonesia. Ada banyak alasan yang mendasarinya. Tetapi, yang menarik adalah ternyata banyak suku bangsa yang mempunyai mekanisme atau cara di dalam menyelesaikan permasalahan itu. Kisah tentang kehidupan masyarakat di Lembah Baliem, bisa jadi merupakan contoh kearifan lokal yang dapat kita jadikan referensi dalam upaya mencarikan solusi atas permasalahan antaretnis atau antarsuku bangsa di Indonesia. Selengkapnya, bacalah Bilik Info berikut ini.
Budaya Perang Masyarakat Baliem dan
Cara Penyelesaiannya
Masyarakat yang mendiami Lembah Baliem di Papua mempunyai budaya perang yang telah berlangsung lama. Budaya itu berawal dari mitologi, bahwa manusia pertama adalah moity Waya dan moity Wita. Mereka menjadi pasangan dan berkembang secara rukun dan damai.
Kekacauan atau disebut wio muncul setelah masyarakat bertambah banyak. Biasanya wio ditandai adanya seseorang berwarna kulit lebih terang dan menjadi rebutan di antara mereka, hingga menimbulkan persengketaan. Rebutan itu berkembang menjadi perselisihan, percekcokan, dan pertengkaran antarklan hingga meluas menjadi peperangan. Kesepakatan kemudian terjadi, orang tersebut harus dibunuh dan dipotong-potong tubuhnya. Potongannya kemudian dibawa oleh masing-masing klan dan menjadi dasar persebaran manusia di Lembah Baliem. Meskipun begitu, masing-masing klan tetap membangun wim aela atau balai perang. Itulah mitologi yang berkembang di masyarakat Baliem. Ternyata, budaya perang itu tidak hanya terjadi di dalam mitos saja.
Masyarakat Lembah Baliem memang biasa berperang karena beberapa alasan. Misalnya, pencurian babi, penculikan wanita, tuduhan melakukan sihir, dan pertikaian hak atas tanah. Peperangan biasanya diawali dengan perang antarindividu, pembunuhan antarkelompok, pembunuhan antarklan kecil, permusuhan gabungan klan lokal, dan perang antarkonfederasi. (Konfederasi adalah gabungan dari beberapa klan/kampung, yang namanya diambil dari nama klan terkuat. Fungsi konfederasi adalah sebagai kesatuan sosial untuk menyusun kekuatan dalam menghadapi perang dan arena bagi lelaki untuk memperlihatkan kemampuannya berorganisasi dan berpidato).
Sebuah pertempuran biasanya diawali dengan serangkaian upacara keagamaan oleh kedua pihak yang berlawanan, yang dilaksanakan di wim aela. Setelah upacara, barulah perang terbuka dilakukan bertempat di wim bolak. (Wim bolak adalah daerah lapang yang bebas dari kekuasaan masingmasing konfederasi dan berada di antara kedua konfederasi yang bermusuhan). Pasukan perang biasanya bersenjatakan lembing, busur dengan anak panahnya, kapak batu, dan beliung. Pasukan itu dipimpin oleh wim matek dan mengawali peperangan dengan gegap gempita serta saling meneriakkan cemoohan atau perkelahian satu lawan satu. Korban yang jatuh atau meninggal disingkirkan dan dirawat di garis belakang.
Peperangan bisa berlangsung selama 5 sampai 10 hari dan penghentiannya disebabkan kedua pihak memutuskan untuk berdamai. Perang biasanya akan berhenti apabila: ada orang atau kelompok di luar anggota konfederasi yang melintasi arena wim bolak, korban kedua belah pihak sudah berimbang, atau karena hari sudah gelap. Selanjutnya, setiap pihak mengadakan upacara penghargaan kepada para wam oat balin yaitu para prajuritnya secara sendiri-sendiri, waktunya bersamaan dengan pesta babi. Biasanya berupa su (kantong jaring) dan ye (rangkaian kerang dan batu berharga berbentuk pipih). Penghargaan biasanya diadakan dalam bentuk pesta beberapa hari dengan mengadakan edat wasin atau tarian kemenangan di suatu lapangan yang terbuka. Tujuannya adalah menghormat konfederasi lawan yang baru saja selesai berperang atau untuk menghibur kerabat para korban perang.
Budaya perang yang terjadi pada masyarakat Lembah Baliem didasari oleh adanya tugi dan perasaan dendam serta abwarek. Tugi adalah benda keramat berbentuk pahatan batu atau kapak batu yang tipis. Fungsinya sebagai lambang leluhur dan orang yang gugur dalam peperangan. Masyarakat Baliem percaya bahwa anggota klan atau konfederasi yang gugur menuntut kepada klan atau konfederasinya untuk membalas kematiannya. Inilah yang menyebabkan budaya perang terjadi secara turun-temurun dan sulit dihilangkan. Sedangkan abwarek adalah sisa potongan tubuh berbentuk rangka dari jenazah musuh hasil peperangan antarklan/ konfederasi. Biasanya berupa tulang tengkorak, yang dimanfaatkan untuk membangkitkan semangat berperang. Sumber: www.balarpalembang.go.id
Apa yang bisa kamu temukan dari budaya perang dalam masyarakat Lembah Baliem? Setidaknya ada beberapa pelajaran penting yang bias dipetik.
a. Masyarakat Baliem selalu mengaitkan roh nenek moyang dengan tradisi perang, sehingga berperang bagi mereka adalah kegiatan ritual yang diikat oleh aturan-aturan adat yang ketat.
b. Meskipun berperang dengan semangat tinggi, namun mereka sangat taat pada peraturan-peraturan, seperti berperang untuk tidak memusnahkan musuh. Karena perang dianggap penting untuk menciptakan keseimbangan ekosistem.
c. Perang merupakan media pengembangan diri bagi laki-laki. Karena perang merupakan arena untuk melangsungkan terjadinya regenerasi kepemimpinan. Dalam sebuah peperangan biasanya muncul seorang tokoh yang kuat, berani, cakap, dan dipercaya bisa melindungi serta mengatur kehidupan mereka.
d. Apabila seorang anggota klan atau konfederasi takut berperang, ia dianggap pawi yaitu sama dengan orang yang melakukan insest (hubungan seks sedarah). Ia akan mendapat hukuman berat secara adat seperti diasingkan.
e. Perang bagi masyarakat Lembah Baliem merupakan inti sari dari romantika kehidupan masyarakat. Karena masyarakat Lembah Baliem sangat memuja kepahlawanan. Hal ini bisa dilihat dari pola rumah Honai yang menunjukkan rumah laki-laki selalu berada di bagian depan, siap untuk menantang bahaya yang datang.
Itulah prinsip-prinsip hidup yang berasal dari masyarakat Lembah Baliem di pedalaman Papua. Prinsipprinsip inilah yang dinamakan kearifan lokal Lembah Baliem. Meskipun mereka hidup dalam pola yang sangat sederhana, namun mereka mempunyai mekanisme tersendiri di dalam memecahkan dan menyelesaikan persengketaan yang muncul di antara mereka. Bagaimana masyarakat di sekitarmu berusaha menyelesaikan permasalahan yang mereka hadapi?
2. Menggunakan Kearifan Nasional
Pada saat kita dihadapkan pada beragam konflik dan sengketa yang terjadi di antara etnis atau suku bangsa yang ada di Indonesia, belajar dari sejarah adalah cara yang paling tepat. Pada masa penjajahan Belanda kita merasakan betapa sulit merangkai nilai persatuan untuk
sama-sama menghadapi bangsa penjajah. Hingga ketika kita mulai menyadarinya di tahun 1928. Saat itu kita mengakui Indonesia sebagai identitas bersama, yang mampu mengatasi sejumlah perbedaan kebudayaan di antara suku bangsa yang ada. Nasionalisme Indonesia pun terbentuk dalam wujud pengakuan bahasa, tanah air, dan kebangsaan. Dampaknya adalah perjuangan menghadapi kolonialisme Belanda semakin menampakkan hasilnya.
Puncak dari pencarian identitas itu ditemukan pada saat Pancasila disepakati sebagai dasar negara dan petunjuk/arah kehidupan bangsa. Kompleksitas keragaman masyarakat dan budaya di Indonesia pun bisa diakomodasi bersama. Dasar negara inilah yang digunakan oleh para founding fathers kita pada saat mendirikan sebuah Negara nasional baru. Disebut negara nasional karena negara Indonesia terdiri atas ratusan suku bangsa yang bisa hidup berdampingan dalam ikatan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Interaksi Sosial Masyarakat Bauran Etnis Arab-Jawa di Kampung Embong, Arab, Malang
Sebagaimana kata bauran etnis Arab dan Jawa, tentunya penduduk mayoritas adalah dua etnis tersebut. Satu keunikan dan karakteristik dari daerah ini adalah kehidupan yang teratur serta jauh dari interaksi disosiatif. Pertanyaannya, apa yang menyebabkan daerah Bauran etnis Arab dan Jawa
di desa Kampung Embong, Malang mampu mencapai keteraturan sosial?
Karakteristik kehidupan sosial Kampung Embong Arab ditandai dengan adanya proses-proses sosial yang cukup baik terutama proses interaksi sosial dan proses asimilasi sosial. Adapun faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya hubungan sosial yang harmonis antara warga etnis Arab dan Jawa di Kampung Embong Arab adalah:
a. Adanya kedekatan antara tokoh masyarakat, baik tokoh dari etnis Arab maupun tokoh dari etnis Jawa.
b. Adanya kesamaan agama (relatif beragama Islam).
c. Adanya proses perkawinan campuran antara warga etnis Arab dan Jawa.
d. Adanya kekompakan dan kegotongroyongan.
e. Kesadaran etnis Arab untuk mengikuti aturan setempat (proses pembauran).
f. Adanya unsur perasaan persaudaraan antarsesama warga, baik etnis Arab maupun Jawa.
g. Rasa saling menghormati dan menghargai.
Sedangkan model atau bentuk interaksi sosial antara warga etnis Arab dan Jawa di Kampung Embong, Arab adalah merupakan model atau bentuk kerja sama (cooperation) dengan proses-proses sosial yang akomodatif dan asimilatif. Sedangkan pola hubungan antarkelompok etnis Arab dan Jawa lebih mengarah pada pola hubungan antarkelompok yang bersifat akulturasi dan integrasi.
Sumber: digilib.batan.go.id
RANGKUMAN
Berbicara tentang masyarakat multikultural secara langsung kita akan membicarakan tentang masyarakat, negara, bangsa, daerah, bahkan lokasi geografis terbatas seperti kota atau sekolah yang terdiri atas orang-orang yang memiliki kebudayaan berbeda-beda. Dalam hal ini, perbedaan dalam kesederajatan. Oleh karena itulah, muncul konsep multikulturalisme.
Untuk memahami lebih lanjut materi ini, salin dan lengkapilah beberapa pengertian berikut ini ke dalam buku catatanmu dengan menggunakan beragam sumber pustaka.
1. Ciri-ciri masyarakat multikultural:
a. Pengakuan terhadap berbagai perbedaan dan kompleksitas kehidupan dalam masyarakat.
b. Perlakuan yang sama terhadap berbagai komunitas dan budaya baik yang mayoritas maupun minoritas.
c. . . . .
d. . . . .
e. . . . .
2. Bentuk-bentuk multikulturalisme:
a. Multikulturalisme isolasionis.
b. Multikulturalisme akomodatif.
c. Multikulturalisme . . . .
d. Multikulturalisme . . . .
e. Multikulturalisme . . . .
3. Tiga sudut pandang yang berkembang dalam menyikapi konflik sosial akibat perbedaan identitas:
a. Pandangan kaum primordialisme.
b. Pandangan kaum instrumentalis.
c. Pandangan kaum . . . .
4. Pemecahan masalah-masalah keanekaragaman:
a. Menggunakan potensi lokal.
b. . . . .
A. Jawablah pertanyaan dengan tepat!
1. Menurutmu apa yang dimaksud dengan masyarakat multikultural?
2. Dapatkah Indonesia dikatakan sebagai masyarakat multikultural? Jelaskan!
3. Sebutkan ciri masyarakat multikultural!
4. Jelaskan hubungan antara masyarakat multikultural dengan multikulturalisme!
5. Jelaskan apa yang dimaksud dengan multikultural isolasionis!
6. Apa yang melandasi terjadinya konflik etnis Dayak dan Madura?
7. Apa yang dimaksud dengan kearifan lokal dan kearifan nasional?
8. Sebutkan upaya-upaya pencegahan terjadinya masalah keanekaragaman!
9. Jelaskan mengapa keanekaragaman berpotensi memunculkan konflik!
10. Jelaskan apa yang dimaksud dengan multikulturalisme!
B. Belajar dari masalah.
Sudah menjadi fakta sosiologis bahwa adanya kemajemukan atau keragaman Kepulauan Indonesia menyimpan pluralism etnis suku, agama, bangsa, tradisi, dan adat istiadat. Tidak mengherankan apabila di Indonesia banyak terjadi tragedi kemanusiaan yang demikian memilukan. Konflik berbau sara (suku, agama, ras, dan adat), serta konflik bersenjata di beberapa daerah, teror bom terjadi di Aceh, Ambon, Papua, Kupang, dan beberapa daerah lainnya adalah realitas empiris konflik etnis yang mengancam integrasi bangsa.
Seiring dengan hal tersebut, negara diharapkan menjadi wadah penyelamat juga mengalami kekacauan dengan membudayanya praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme di jajaran birokrasi. Sementara itu keadilan, kemiskinan atau ketimpangan sosiopolitik ekonomi masyarakat semakin tinggi. Hal ini member isyarat bahwa keinginan untuk membangun masyarakat berperadaban (civil society) dan keadilan sosial masih jauh. Sumber: www.waspada.co.id
Cobalah untuk berpikir kritis dalam menganalisis dan mengkaji kasus di atas dengan menjawab beberapa pertanyaan di bawah ini.
1. Wacana di atas menggambarkan keadaan bangsa Indonesia saat ini di tengah keragamannya. Setujukah kamu dengan isi wacana tersebut?
2. Berkaitan dengan keragaman etnis, ras, suku bangsa, agama, budaya, dan lain-lain yang ada, dapatkah bangsa Indonesia membentuk masyarakat multikultural di tengah kondisi tersebut di atas?
3. Sebagai seorang yang peduli dengan kondisi bangsa, kemukakanlah solusi untuk mencapai masyarakat multicultural yang damai di Indonesia!
4. Sebagai upaya menyebarluaskan multikulturalisme, pentingkah pendidikan multikultural itu?
Pernahkah kamu mendengar istilah multikultural? Istilah multicultural akhir-akhir ini mulai diperbincangkan di berbagai kalangan berkenaan dengan merebaknya konflik etnis di negara ini. Multikultural yang dimiliki Indonesia dianggap faktor utama terjadinya konflik. Konflik berbau sara yaitu suku, agama, ras, dan antargolongan yang terjadi di Aceh, Ambon, Papua, Kupang, Maluku dan berbagai daerah lainnya adalah realitas yang dapat mengancam integrasi bangsa di satu sisi dan membutuhkan solusi konkret dalam penyelesaiannya di sisi lain. Hingga muncullah konsep multikulturalisme. Multikulturalisme dijadikan sebagai acuan utama terbentuknya masyarakat multikultural yang damai. Lantas, apa itu multikultural dan multikulturalisme?
1. Masyarakat Multikultural
Menurut C.W. Watson (1998) dalam bukunya Multiculturalism, membicarakan masyarakat multikultural adalah membicarakan tentang masyarakat negara, bangsa, daerah, bahkan lokasi geografis terbatas seperti kota atau sekolah, yang terdiri atas orang-orang yang memiliki kebudayaan yang berbeda-beda dalam kesederajatan. Pada hakikatnya masyarakat multikultural adalah masyarakat yang terdiri atas berbagai macam suku yang masing-masing mempunyai struktur budaya (culture) yang berbeda-beda. Dalam hal ini masyarakat multikultural tidak bersifat homogen, namun memiliki karakteristik heterogen di mana pola hubungan sosial antarindividu di masyarakat bersifat toleran dan harus menerima kenyataan untuk hidup berdampingan secara damai (peace co-exixtence) satu sama lain dengan perbedaan yang melekat pada tiap etnisitas sosial dan politiknya. Oleh karena itu, dalam sebuah masyarakat multikultural sangat mungkin terjadi konflik vertikal dan horizontal yang dapat menghancurkan masyarakat tersebut. Sebagai contoh, pertikaian yang melibatkan sentimen etnis, ras, golongan dan juga agama terjadi di berbagai negara mulai dari Yugoslavia, Cekoslavia, Zaire hingga Rwanda, dari bekas Uni Soviet sampai Sudan, dari Sri Lanka, India hingga Indonesia.
Indonesia merupakan masyarakat multikultural. Hal ini terbukti di Indonesia memiliki banyak suku bangsa yang masing-masing mempunyai struktur budaya yang berbedabeda. Perbedaan ini dapat dilihat dari perbedaan bahasa, adat istiadat, religi, tipe kesenian, dan lain-lain. Pada dasarnya suatu masyarakat dikatakan multicultural jika dalam masyarakat tersebut memiliki keanekaragaman dan perbedaan. Keragaman dan perbedaan yang dimaksud antara lain, keragaman struktur budaya yang berakar pada perbedaan standar nilai yang berbeda-beda, keragaman ras, suku, dan agama, keragaman ciri-ciri fisik seperti warna kulit, rambut, raut muka, postur tubuh, dan lain-lain, serta keragaman kelompok sosial dalam masyarakat.
Konsepsi Tentang Masyarakat Multikultural
Berikut ini adalah beberapa pengertian masyarakat multicultural (majemuk).
a. J.S. Furnivall (1967)
Bahwa masyarakat multicultural merupakan masyarakat yang terdiri atas dua atau lebih komunitas (kelompok) yang secara cultural dan ekonomi terpisah-pisah serta memiliki struktur kelembagaan yang berbeda-beda satu sama lainnya. Dengan demikian, berdasarkan konfigurasi (susuannnya dan komunitas etnisnya, masyarakat majemuk dibedakan menjadi empat kategori, yaitu:
1) Masyarakat majemuk dengan komposisi seimbang
2) Masyarakat majemuk dengan mayoritas dominan
3) Masyarakat majemuk dengan minoritas dominan
4) Masyarakat majemuk dengan fragmentasi
b. Nasikun (2004)
Masyarakat majemuk merupakan suatu masyarakat yang menganut berbagai system nilai yang dianut oleh berbagai kesatuan sosial yang menjadi bagian-bagiannya adalah sedemikian rupa sehingga para anggotanya kurang memiliki loyalitas terhadap masyarakat sebagai suatu keseluruhan, kurang memiliki homogenitas kebudayaan atau bahkan kurang memiliki dasar-dasar untuk saling memahami satu sama lain.
c. Pierre L. Vanden Berghe
Beliau hanya menyebutkan sifat-sifat dari masyarakat multicultural sebagai berikut:
Terjadinya segmentasi dalam bentuk kelompok-kelompok yang sering kali memiliki sub-kebudayaan yang satu sama lain berbeda.
Memiliki struktur social yang berbagi-bagi ke dalam lembaga-lembaga yang bersifat nonkomplementer.
Kurang mengembangkan consensus di antara para anggotanya terhadap nilai-nilai yang bersifat dasar.
Secara relative, sering kali mengalami konflik-konflik di antara kelompok yang satu dangan kelompok yang lainnya.
Secara relative, integritas social tumbuh di atas paksaan dan ketergantungan di dalam bidang ekonomi.
Adanya dominasi politik oleh suatu kelompok atas kelompok-kelompok yang lainnya.
d. Clifford Geertz (1973)
Ia menyebut konsep masyarakat majemuk sebagai ”masyarakat pluralistic”. Masyarakat Plural setidak-tidaknya ditandai oleh ikatan-ikatan primodial yang dapat diartikan dengan budaya pencitraan atau “penandaan” yang diberikan (given), diantaranya:
Ras
Bahasa
Daerah/ wilayah Geografis
Agama
Budaya
Selain itu, sikap yang harus dilakukan dalam masyarakat kultural dapat diartikan sebagai berikut.
a. Pengakuan terhadap berbagai perbedaan dan kompleksitas kehidupan dalam masyarakat.
b. Perlakuan yang sama terhadap berbagai komunitas dan budaya, baik yang mayoritas maupun minoritas.
c. Kesederajatan kedudukan dalam berbagai keanekaragaman dan perbedaan, baik secara individu ataupun kelompok serta budaya.
d. Penghargaan yang tinggi terhadap hak-hak asasi manusia dan saling menghormati dalam perbedaan.
e. Unsur kebersamaan, kerja sama, dan hidup berdampingan secara damai dalam perbedaan.
Sikap yang Harus Dihindari Untuk membangun masyarakat multikultural yang rukun dan bersatu, ada beberapa nilai yang harus dihindari, yaitu:
1. Primordialisme
Primordialisme artinya perasaan kesukuan yang berlebihan. Menganggap suku bangsanya sendiri yang paling unggul, maju, dan baik. Sikap ini tidak baik untuk dikembangkan di masyarakat yang multicultural seperti Indonesia. Apabila sikap ini ada dalam diri warga suatu bangsa, maka kecil kemungkinan mereka untuk bisa menerima keberadaan suku bangsa yang lain.
2. Etnosentrisme
Etnosentrisme artinya sikap atau pandangan yang berpangkal pada masyarakat dan kebudayaannya sendiri, biasanya disertai dengan sikap dan pandangan yang meremehkan masyarakat dan kebudayaan
yang lain. Indonesia bisa maju dengan bekal kebersamaan, sebab tanpa itu yang muncul adalah disintegrasi sosial. Apabila sikap dan pandangan ini dibiarkan maka akan memunculkan provinsialisme yaitu paham atau gerakan yang bersifat kedaerahan dan eksklusivisme yaitu paham yang mempunyai kecenderungan untuk memisahkan diri dari masyarakat.
3. Diskriminatif
Diskriminatif adalah sikap yang membeda-bedakan perlakuan terhadap sesama warga negara berdasarkan warna kulit, golongan, suku bangsa, ekonomi, agama, dan lain-lain. Sikap ini sangat berbahaya untuk dikembangkan karena bisa memicu munculnya antipati terhadap sesame warga negara.
4. Stereotip
Stereotip adalah konsepsi mengenai sifat suatu golongan berdasarkan prasangka yang subjektif dan tidak tepat. Indonesia memang memiliki keragaman suku bangsa dan masing-masing suku bangsa memiliki cirri khas. Tidak tepat apabila perbedaan itu kita besar-besarkan hingga membentuk sebuah kebencian
Pada deskripsi di depan telah diungkapkan secara jelas tentang masyarakat multikultural. Untuk menambah wawasan dan pengetahuanmu akan materi ini, cobalah menggali informasi sebanyak-banyaknya tentang masyarakat kultural di dunia. Manfaatkan buku-buku di perpustakaan, artikel-artikel di media massa atau wacana multikultural di situs-situs internet. Dengan datadata yang ada, buatlah sebuah tulisan singkat tentang masyarakat multikultural. Selanjutnya bacakan di depan kelas.
2. Multikulturalisme
Berbicara mengenai masyarakat multikultural mau tidak mau pembahasan kita akan mengarah pada multikulturalisme. Hal ini dikarenakan antara masyarakat multikultural dengan multikulturalisme memiliki keeratan hubungan. Keragaman struktur budaya dalam masyarakat membentuk suatu masyarakat yang multikultur. Kehidupan masyarakat multikultural rentan adanya konflik sosial. Oleh karena itu, dibentuklah multikulturalisme sebagai acuan utama terwujudnya kedamaian di tengah keragaman. Lantas, apa yang dimaksud dengan multikulturalisme?
Multikulturalisme adalah sebuah ideologi yang mengakui dan mengagungkan perbedaan dalam kesederajatan baik secara individual maupun secara kebudayaan. Dalam multikulturalisme, sebuah masyarakat (termasuk juga masyarakat Indonesia) dilihat sebagai sebuah kebudayaan yang berlaku umum dalam masyarakat tersebut yang coraknya seperti sebuah mozaik. Di dalam mozaik tercakup semua kebudayaan dari masing-masing suku bangsa yang sangat jelas dan belum tercampur oleh warna budaya lain membentuk masyarakat yang lebih besar.
Ide multikulturalisme menurut Taylor merupakan suatu gagasan untuk mengatur keberagaman dengan prinsip-prinsip dasar pengakuan akan keberagaman itu sendiri (politics of recognition). Gagasan ini menyangkut pengaturan relasi antara kelompok mayoritas dan minoritas, keberadaan kelompok imigran masyarakat adat dan lainlain. Sedangkan Parsudi Suparlan mengungkapkan bahwa multikulturalisme adalah sebuah ideologi yang mengakui dan mengagungkan perbedaan dalam kesederajatan baik secara individual maupun secara kebudayaan. Oleh karena itu, konsep multikulturalisme tidaklah dapat disamakan dengan konsep keanekaragaman secara suku bangsa (ethnic) atau kebudayaan suku bangsa yang menjadi ciri khas masyarakat majemuk, karena multikulturalisme menekankan kebudayaan dalam kesederajatan. Berkaitan dengan konflik sosial, multikulturalisme merupakan paradigma baru dalam upaya merajut kembali hubungan antarmanusia yang belakangan selalu hidup dalam suasana penuh konfliktual. Secara sederhana, multikulturalisme dapat dipahami sebagai suatu konsep keanekaragaman budaya dan kompleksitas dalam masyarakat. Melalui multikulturalisme masyarakat diajak untuk menjunjung tinggi toleransi, kerukunan dan perdamaian bukan konflik atau kekerasan dalam arus perubahan sosial. Meskipun berada dalam perbedaan sistem sosial berpijak dari pemikiran tersebut, paradigma multikulturalisme
diharapkan menjadi solusi konflik sosial yang terjadi saat ini.
Dengan demikian, inti multikulturalisme adalah kesediaan menerima kelompok lain secara sama sebagai kesatuan, tanpa memedulikan perbedaan budaya, etnis, gender, bahasa, ataupun agama. Sedangkan fokus multikulturalisme terletak pada pemahaman akan hidup penuh dengan perbedaan sosial budaya, baik secara individual maupun kelompok dan masyarakat. Dalam hal ini individu dilihat sebagai refleksi dari kesatuan sosial dan budaya.
Bagi Indonesia, multikultural merupakan suatu strategi dan integrasi sosial di mana keanekaragaman budaya benar diakui dan dihormati, sehingga dapat difungsikan secara efektif dalam mengatasi setiap isu-isu separatisme dan disintegrasi sosial. Multikulturalisme mengajarkan semangat kemanunggalan atau ketunggalan (tunggal ika) yang paling potensial akan melahirkan persatuan kuat, tetapi pengakuan adanya pluralitas (Bhinneka) budaya bangsa inilah yang lebih menjamin persatuan bangsa.
Keragaman struktur budaya dalam masyarakat menjadikan multikulturalisme terbagi menjadi beberapa bentuk, yaitu:
a. Multikulturalisme Isolasi
Masyarakat jenis ini biasanya menjalankan hidup secara otonom dan terlibat dalam interaksi yang saling mengenal satu sama lain. Kelompok-kelompok tersebut pada dasarnya menerima keragaman, namun pada saat yang sama berusaha mempertahankan budaya mereka secara terpisah dari masyarakat lain umumnya.
b. Multikulturalisme Akomodatif
Masyarakat ini memiliki kultur dominan, yang membuat penyesuaian-penyesuaian dan akomodasi-akomodasi tertentu bagi kebutuhan kultural kaum minoritas. Masyarakat multicultural akomodatif merumuskan dan menerapkan undang-undang, hukum, dan ketentuan-ketentuan yang sensitif secara kultural, serta memberikan kebebasan kepada kaum minoritas untuk mengembangkan/mempertahankan kebudayaan mereka. Sebaliknya, kaum minoritas tidak menentang kultur dominan.
c. Multikulturalisme Otonomi
Dalam model ini kelompok-kelompok kultural utama berusaha mewujudkan kesetaraan (equality) dengan budaya dominan dan menginginkan kehidupan otonom dalam kerangka politik yang secara kolektif dapat diterima. Prinsip-prinsip pokok kehidupan kelompok-kelompok dalam multikultural jenis ini adalah mempertahankan cara hidup mereka masing-masing yang memiliki hak-hak sama dengan kelompok dominan. Mereka juga menentang kelompok dominan dan berusaha menciptakan suatu masyarakat di mana semua kelompok bisa eksis sebagai mitra sejajar.
d. Multikulturalisme Kritikal/Interaktif
Jenis multikulturalisme ini terjadi pada masyarakat plural di mana kelompok-kelompok yang ada sebenarnya tidak terlalu menuntut kehidupan otonom, akan tetapi lebih menuntut penciptaan kultur kolektif yang menegaskan perspektif-perspektif distingtif mereka. Kelompok dominan dalam hal ini tentunya menolak, bahkan berusaha secara paksa menerapkan budaya dominan mereka dengan mengorbankan budaya kelompok-kelompok minoritas.
e. Multikulturalisme Kosmopolitan
Kehidupan dalam multikulturalisme jenis ini berusaha menghapus segala macam batas-batas kultural untuk menciptakan masyarakat yang setiap individu tidak lagi terikat pada budaya tertentu. Bisa juga sebaliknya, yaitu tiap individu bebas dengan kehidupan-kehidupan lintas kultural atau mengembangkan kehidupan kultural masing-masing.
Persebaran Multikulturalisme di Amerika Serikat
Di Amerika Serikat dan negara-negara Barat, sampai pada Perang Dunia II masyarakatnya hanya mengenal adanya satu kebudayaan, yaitu kebudayaan kulit putih yang Kristen. Golongan-golongan lainnya dianggap sebagai kaum minoritas dengan segala hak-hak yang dibatasi dan dikebiri. Pada akhir tahun 1950-an di Amerika Serikat muncul berbagai gejolak persamaan hak bagi golongan minoritas, kulit hitam dan kulit berwarna. Puncaknya, pada tahun 1960-an muncul larangan perlakuan diskriminasi orang kulit putih terhadap orang kulit hitam dan berwarna di tempat-tempat
umum. Kondisi ini menjadikan perjuangan hak-hak sipil menjadi lebih efektif melalui berbagai kegiatan affirmative action yang membantu kaum minoritas untuk dapat mengejar ketertinggalan mereka dari golongan kulit putih yang dominan di berbagai posisi dan jabatan dalam berbagai pekerjaan dan usaha.
Di tahun 1970-an upaya-upaya untuk mencapai kesederajatan dalam perbedaan mengalami berbagai hambatan. Hal ini dikarenakan corak kebudayaan kulit putih yang Protestan berbeda dengan corak kebudayaan orang kulit hitam, orang Indian atau pribumi Amerika, dan dari berbagai kebudayaan bangsa dan suku bangsa yang tergolong minoritas. Selanjutnya, para cendekiawan dan pejabat pemerintah yang prodemokrasi dan HAM, antirasisme dan diskriminasi menyebarluaskan konsep multikulturalisme dalam bentuk pengajaran dan pendidikan di sekolah-sekolah. Bahkan anakanak Cina, Meksiko, dan berbagai golongan suku bangsa lainnya mulai belajar dengan menggunakan bahasa ibunya di sekolah sampai pada tahaptahap tertentu. Oleh karena itu, Amerika Serikat kini mampu mengatakan ”we are all multiculturalists now”.
B. Faktor- Faktor Penyebab Timbulnya Masyarakat Multikultural
Pada dasarnya semua bangsa di dunia bersifat multikultural. Adanya masyarakat multikultural memberikan nilai tambah bagi bangsa tersebut. Keragaman ras, etnis, suku, ataupun agama menjadi karakteristik tersendiri, sebagaimana bangsa Indonesia yang unik dan rumit karena kemajemukan suku bangsa, agama, bangsa, maupun ras. Masyarakat multikultural Indonesia adalah sebuah masyarakat yang berdasarkan pada ideologi multikulturalisme atau Bhinneka Tunggal Ika yang multikultural, yang melandasi corak struktur masyarakat Indonesia pada tingkat nasional dan lokal. Berkaca dari masyarakat multikultural bangsa Indonesia, kita akan mempelajari penyebab terbentuknya masyarakat multikultural.
Cobalah perhatikan peta Indonesia! Setelah melihatnya apa yang ada dalam benakmu? Terlihat Indonesia, sebagai sebuah negara yang kaya akan khazanah budaya. Beribu-ribu pulau berjajar dari ujung barat sampai ujung timur, mulai dari Sumatra hingga Papua. Setiap pulau memiliki suku bangsa, etnis, agama, dan ras masing-masing. Keadaan inilah yang menjadikan masyarakat Indonesia menjadi masyarakat multikultural. Semboyan Bhinneka Tunggal Ika bisa jadi merupakan sebuah ”monumen” betapa bangsa yang mendiami wilayah dari Sabang sampai Merauke ini memang merupakan bangsa yang majemuk, plural, dan beragam. Majemuk artinya terdiri atas beberapa bagian yang merupakan kesatuan, plural artinya lebih dari satu, sedangkan beragam artinya berwarna-warni. Bisa kamu bayangkan bagaimana wujud bangsa Indonesia. Mungkin dapat diibaratkan sebagai sebuah pelangi. Pelangi itu akan kelihatan indah apabila beragam unsur warnanya bisa bersatu begitu pula dengan bangsa kita. Indonesia akan menjadi bangsa yang damai dan sejahtera apabila suku bangsa dan semua unsure kebudayaannya mau bertenggang rasa membentuk satu kesatuan. Kita mencita-citakan keanekaragaman suku bangsa dan perbedaan kebudayaan bukan menjadi penghambat tetapi perekat tercapainya
persatuan Indonesia.
Namun, kenyataan membuktikan bahwa tidak selamanya keanekaragaman budaya dan masyarakat itu bisa menjadikannya pelangi. Keanekaragaman budaya dan masyarakat dianggap pendorong utama munculnya persoalan-persoalan baru bagi bangsa Indonesia. Contoh keanekaragaman yang berpotensi menimbulkan permasalahan baru sebagai berikut.
1. Keanekaragaman Suku Bangsa
Indonesia adalah salah satu negara di dunia yang memiliki kekayaan budaya yang luar biasa banyaknya. Yang menjadi sebab adalah keberadaan ratusan suku bangsa yang hidup
dan berkembang di berbagai tempat di wilayah Indonesia. Kita bisa membayangkan apa jadinya apabila masing-masing suku bangsa itu mempunyai karakter, adat istiadat, bahasa, kebiasaan, dan lain-lain. Kompleksitas nilai, norma, dan kebiasaan itu bagi warga suku bangsa yang bersangkutan mungkin tidak menjadi masalah. Permasalahan baru muncul ketika suku bangsa itu harus berinteraksi sosial dengan suku bangsa yang lain. Konkretnya, apa yang akan terjadi denganmu saat harus bertemu dan berkomunikasi dengan temanmu yang berasal dari suku bangsa yang lain?
2. Keanekaragaman Agama
Letak kepulauan Nusantara pada posisi silang di antara dua samudra dan dua benua, jelas mempunyai pengaruh yang penting bagi munculnya keanekaragaman masyarakat dan budaya. Dengan didukung oleh potensi sumber alam yang melimpah, maka Indonesia menjadi sasaran pelayaran dan perdagangan dunia. Apalagi di dalamnya telah terbentuk jaringan perdagangan dan pelayaran antarpulau. Dampak interaksi dengan bangsa-bangsa lain itu adalah masuknya beragam bentuk pengaruh agama dan kebudayaan. Selain melakukan aktivitas perdagangan, para saudagar Islam, Hindu, Buddha, juga membawa dan menyebarkan ajaran agamanya. Apalagi setelah bangsa Barat juga masuk dan terlibat di dalamnya. Agama-agama besar pun muncul dan berkembang di Indonesia, dengan jumlah penganut yang berbeda-beda. Kerukunan antarumat beragama menjadi idam-idaman hampir semua orang, karena tidak satu agama pun yang mengajarkan permusuhan. Tetapi, mengapa juga tidak jarang terjadi konflik atas nama agama?
3. Keanekaragaman Ras
Salah satu dampak terbukanya letak geografis Indonesia, banyak bangsa luar yang bisa masuk dan berinteraksi dengan bangsa Indonesia. Misalnya, keturunan Arab, India, Persia, Cina, Hadramaut, dan lain-lain. Dengan sejarah, kita bisa merunut bagaimana asal usulnya.
Bangsa-bangsa asing itu tidak saja hidup dan tinggal di Indonesia, tetapi juga mampu berkembang secara turun-temurun membentuk golongan sosial dalam masyarakat kita. Mereka saling berinteraksi dengan penduduk pribumi dari waktu ke waktu. Bahkan ada di antaranya yang mampu mendominasi kehidupan perekonomian nasional. Misalnya, keturunan Cina. Permasalahannya, mengapa sering terjadi konflik dengan orang pribumi?
Dari keterangan-keterangan tersebut terlihat bahwa bangsa Indonesia terdiri atas berbagai kelompok etnis, agama, budaya yang berpotensi menimbulkan konflik sosial. Berkaitan dengan perbedaan identitas dan konflik sosial muncul tiga kelompok sudut pandang yang berkembang, yaitu:
1. Pandangan Primordialisme
Kelompok ini menganggap perbedaan-perbedaan yang berasal dari genetika seperti suku, ras, agama merupakan sumber utama lahirnya benturan-benturan kepentingan etnis maupun budaya.
2. Pandangan Kaum Instrumentalisme
Menurut mereka, suku, agama, dan identitas yang lain dianggap sebagai alat yang digunakan individu atau kelompok untuk mengejar tujuan yang lebih besar baik dalam bentuk materiil maupun nonmateriil.
3. Pandangan Kaum Konstruktivisme
Kelompok ini beranggapan bahwa identitas kelompok tidak bersifat kaku, sebagaimana yang dibayangkan kaum primordialis. Etnisitas bagi kelompok ini dapat diolah hingga membentuk jaringan relasi pergaulan sosial. Oleh karena itu, etnisitas merupakan sumber kekayaan hakiki yang dimiliki manusia untuk saling mengenal dan memperkaya budaya. Bagi mereka persamaan adalah anugerah dan perbedaan adalah berkah.
Kenyataan ini menjadikan suatu tantangan baru bagi bangsa untuk mewujudkan masyarakat multikultural yang damai. Upaya membangun Indonesia yang multikultural dapat dilakukan dengan cara dan langkah yang tepat. Pertama menyebarkan konsep multikulturalisme secara luas dan memahamkan akan pentingya multikulturalisme bagi bangsa Indonesia, serta mendorong keinginan bangsa Indonesia pada tingkat nasional maupun lokal untuk mengadopsi dan menjadi pedoman hidupnya. Kedua, membentuk kesamaan pemahaman di antara para ahli mengenai makna multikulturalisme dan bangunan konsep-konsep yang mendukungnya. Ketiga, berbagai upaya dilakukan untuk dapat mewujudkan cita-cita ini.
KKeberagaman tidak hanya dimiliki oleh bangsa Indonesia. Pada dasarnya setiap bangsa di dunia memiliki keragaman misalnya Amerika, Meksiko, India, Thailand, Malaysia, dan lain-lain. Keragaman inilah menjadikan setiap bangsa berbeda satu sama lain serta memiliki nilai tambah di mata dunia. Hal ini dikarenakan adanya keragaman membentuk struktur budaya yang berbeda-beda dalam satu bangsa (kaya akan khazanah budaya). Keragaman ini dalam sosiologi dinamakan multikultural. Lantas pertanyaannya sekarang, apa yang menjadi penyebab munculnya masyarakat multikultural secara umum? Bersama kelompokmu, jawablah pertanyaan di depan. Adakan studi kepustakaan dari media massa tentang penyebab masyarakat multikultural secara umum. Tulislah hasilnya dalam bentuk laporan. Selanjutnya presentasikan di depan kelas.
C. Konflik yang Muncul Akibat Keanekaragaman
Sebagaimana telah dijelaskan di depan bahwa keragaman suku bangsa yang dimiliki Indonesia adalah letak kekuatan bangsa Indonesia itu sendiri. Selain itu, keadaan ini menjadikan Indonesia memiliki nilai tambah di mata dunia. Namun, di sisi lain realitas keanekaragaman Indonesia berpotensi besar menimbulkan konflik sosial berbau sara (suku, agama, ras, dan adat). Oleh karena itu, kemampuan untuk mengelola keragaman suku bangsa diperlukan guna mencegah terjadinya perpecahan yang mengganggu kesatuan bangsa. Konflik-konflik yang terjadi di Indonesia umumnya muncul sebagai akibat keanekaragaman etnis, agama, ras, dan adat, seperti konflik antaretnis yang terjadi di Kalimantan Barat, Sulawesi Tengah, Papua, dan lain-lain.
Di Kalimantan Barat adanya kesenjangan perlakuan aparat birokrasi dan hukum terhadap suku asli Dayak dan suku Madura menimbulkan kekecewaan yang mendalam. Akhirnya, perasaan ini meledak dalam bentuk konflik horizontal. Masyarakat Dayak yang termarginalisasi semakin terpinggirkan oleh kebijakan-kebijakan yang diskriminatif. Sementara penegakan hukum terhadap salah satu kelompok tidak berjalan sebagaimana mestinya. Sedangkan di Poso, Sulawesi Tengah konflik bernuansa sara mula-mula terjadi pada tanggal 24 Desember 1998 yang dipicu oleh seorang pemuda Kristen yang mabuk melukai seorang pemuda Islam di dalam Masjid Sayo. Kemudian pada pertengahan April 2000, terjadi lagi konflik yang dipicu oleh perkelahian antara pemuda Kristen yang mabuk dengan pemuda Islam di terminal bus Kota Poso. Perkelahian ini menyebabkanterbakarnya permukiman orang Pamona di Kelurahan Lambogia. Selanjutnya, permukiman Kristen melakukan tindakan balasan.
Dari dua kasus tersebut terlihat betapa perbedaan mampu memicu munculnya konflik sosial. Perbedaan-perbedaan yang disikapi dengan antisipasi justru akan menimbulkan kesengsaraan dan penderitaan banyak orang. Oleh karena itu, bagaimana kita bersikap dalam keanekaragaman benar-benar perlu diperhatikan. Untuk lebih jelasnya kita akan menganalisis konflik etnis antara Dayak dan Madura sebagai akibat keanekaragaman dan kekeliruan dalam menyikapi keanekaragaman tersebut melalui bilik info di bawah ini.
Konflik Dayak dan Madura
Penduduk asli Kalimantan Barat adalah suku Dayak yang hidup sebagai petani dan nelayan. Selain suku asli, suku lain yang telah masuk ke bumi Kalimantan adalah Melayu, Cina, Madura, Bugis, Minang, dan Batak.
Dalam berkomunikasi penduduk yang heterogen ini menggunakan bahasa Indonesia atau Melayu sebagai bahasa sehari-hari. Tetapi karena tingkat pendidikan mereka rendah, mereka memakai bahasa daerahnya masing-masing. Dengan demikian, sering kali ditemui kesalahpahaman di antara mereka. Terlebih jika umumnya orang Madura berbicara dengan orang Dayak, gaya komunikasi orang Madura yang keras ditangkap oleh orang Dayak sebagai kesombongan dan kekasaran.
Kebudayaan yang berbeda sering kali dijadikan dasar penyebab timbulnya suatu konflik pada masyarakat yang berbeda sosial budaya. Demikian juga yang terjadi pada konflik Dayak dan Madura yang terjadi pada akhir tahun 1996, yaitu terjadinya kasus Sanggau Ledo, Kabupaten Bengkayang (sebelum pertengahan tahun 1999 termasuk Kabupaten Sambas), di Kalimantan Barat. Konflik sosial sepertinya agak sulit terpisahkan dari dinamika kehidupan masyarakat Kalimantan. Setelah itu, pertikaian antaretnis terjadi lagi di Sambas, lalu disusul di Kota Pontianak, dan terakhir di Sampit serta menyebar ke semua wilayah di Kalimantan Tengah.
Orang Dayak yang ramah dan lembut merasa tidak nyaman dengan karakter orang Madura yang tidak menghormati atau menghargai orang Dayak sebagai penduduk lokal yang menghargai hukum adatnya. Hukum adat memegang peranan penting bagi orang Dayak. Tanah yang mereka miliki adalah warisan leluhur yang harus mereka pertahankan. Sering kali mereka terkena tipu daya masyarakat pendatang yang akhirnya berhasil menguasai atau bahkan menyerobot tanah mereka. Perilaku dan tindakan masyarakat pendatang khususnya orang Madura menimbulkan sentiment sendiri bagi orang Dayak yang menganggap mereka sebagai penjarah tanah mereka. Ditambah lagi dengan keberhasilan dan kerja keras orang Madura mengelola tanah dan menjadikan mereka sukses dalam bisnis pertanian.
Kebutuhan dasar yang tidak terpenuhi merupakan dasar dari munculnya suatu konflik-konflik . Masyarakat Dayak juga mempunyai suatu ciri yang dominan dalam mata pencaharian yaitu kebanyakan bergantung pada kehidupan bertani atau berladang. Dengan masuknya perusahaan kayu besar yang menggunduli kayu-kayu yang bernilai, sangatlah mendesak keberadaannya dalam bidang perekonomian. Perkebunan kelapa sawit yang menggantikannya lebih memilih orang pendatang sebagai pekerja daripada orang Dayak. Hal yang demikian menyebabkan masyarakat adat merasa terpinggirkan atau tertinggalkan dalam kegiatan perekonomian penting di daerahnya mereka sendiri. Perilaku orang Madura terhadap orang Dayak dan keserakahan mereka yang telah menguras dan merusak alamnya menjadi salah satu dasar pemicu timbulnya konflik di antara mereka.
Ketidakcocokan di antara karakter mereka menjadikan hubungan kedua etnis ini mudah menjadi suatu konflik. Ditambah lagi dengan tidak adanya pemahaman dari kedua etnis terhadap latar belakang sosial budaya masingmasing etnis. Kecurigaan dan kebencian membuat hubungan keduanya menjadi tegang dan tidak harmonis. Ketidakadilan juga dirasakan oleh masyarakat Dayak terhadap aparat keamanan yang tidak berlaku adil terhadap orang Madura yang melakukan pelanggaran hukum. Permintaan mereka untuk menghukum orang Madura yang melakukan pelanggaran hukum tidak diperhatikan oleh aparat penegak hukum. Hal ini pada akhirnya orang Dayak melakukan kekerasan langsung terhadap orang Madura, yaitu dengan penghancuran dan pembakaran permukiman orang Madura. Sumber: www.balitbangham.go.id
D. Pemecahan Masalah Keanekaragaman
Sungguh cerdas pujangga Mpu Tantular. Sesaat setelah melihat keanekaragaman masyarakat yang ada di dalam masyarakat Kerajaan Majapahit, ia membuat sebuah rumus sosial yang bisa mempersatukan seluruh perbedaan yang ada di masyarakat. Bahkan, rumus yang ia kemukakan itu bisa dijadikan acuan dalam menghadapi permasalahan yang muncul sebagai akibat keanekaragaman.
Ia kemudian kita ketahui menulis sebuah kitab Sutasoma, yang di dalamnya tertulis Bhinneka Tunggal Ika Tan Hana Dharma Mangrwa. Kamu tentu mengetahui apa arti dari kalimat ini. Tetapi pelajaran yang terpenting dari potongan sejarah ini adalah bahwa keanekaragaman bukanlah merupakan penghambat bagi tercapainya persatuan, kesatuan, dan kerukunan masyarakat. Fakta sejarah memang membuktikan bahwa kehidupan agama di Kerajaan Majapahit berjalan dengan sangat harmonis antara agama Hindu Siwa, Buddha, dan lainnya, bahkan hingga masuknya pengaruh agama Islam. Sebagai bukti adalah adanya kebijakan dari raja Majapahit saat membebaskan raja-raja bawahan di pesisir pantai utara Jawa untuk menganut agama Islam.
Itu terjadi pada abad-abad yang silam. Bagaimana cara mengatasi permasalahan yang muncul sebagai akibat dari keanekaragaman dan perubahan kebudayaan yang ada di masyarakat? Setidaknya ada dua potensi yang bisa dijadikan dasar pijakan untuk menyelesaikan permasalahan-permasalahan yang terjadi di masyarakat yang multikultural
seperti Indonesia.
1. Menggunakan Kearifan Lokal
Ada sisi positif dan negatif dari kehadiran ratusan suku bangsa di Indonesia. Selain bisa memperkaya khazanah kebudayaan nasional, juga menjadi pemicu munculnya disintegrasi sosial. Sering kita dengar terjadinya perang antarsuku atau konflik sosial antaretnis di Indonesia. Ada banyak alasan yang mendasarinya. Tetapi, yang menarik adalah ternyata banyak suku bangsa yang mempunyai mekanisme atau cara di dalam menyelesaikan permasalahan itu. Kisah tentang kehidupan masyarakat di Lembah Baliem, bisa jadi merupakan contoh kearifan lokal yang dapat kita jadikan referensi dalam upaya mencarikan solusi atas permasalahan antaretnis atau antarsuku bangsa di Indonesia. Selengkapnya, bacalah Bilik Info berikut ini.
Budaya Perang Masyarakat Baliem dan
Cara Penyelesaiannya
Masyarakat yang mendiami Lembah Baliem di Papua mempunyai budaya perang yang telah berlangsung lama. Budaya itu berawal dari mitologi, bahwa manusia pertama adalah moity Waya dan moity Wita. Mereka menjadi pasangan dan berkembang secara rukun dan damai.
Kekacauan atau disebut wio muncul setelah masyarakat bertambah banyak. Biasanya wio ditandai adanya seseorang berwarna kulit lebih terang dan menjadi rebutan di antara mereka, hingga menimbulkan persengketaan. Rebutan itu berkembang menjadi perselisihan, percekcokan, dan pertengkaran antarklan hingga meluas menjadi peperangan. Kesepakatan kemudian terjadi, orang tersebut harus dibunuh dan dipotong-potong tubuhnya. Potongannya kemudian dibawa oleh masing-masing klan dan menjadi dasar persebaran manusia di Lembah Baliem. Meskipun begitu, masing-masing klan tetap membangun wim aela atau balai perang. Itulah mitologi yang berkembang di masyarakat Baliem. Ternyata, budaya perang itu tidak hanya terjadi di dalam mitos saja.
Masyarakat Lembah Baliem memang biasa berperang karena beberapa alasan. Misalnya, pencurian babi, penculikan wanita, tuduhan melakukan sihir, dan pertikaian hak atas tanah. Peperangan biasanya diawali dengan perang antarindividu, pembunuhan antarkelompok, pembunuhan antarklan kecil, permusuhan gabungan klan lokal, dan perang antarkonfederasi. (Konfederasi adalah gabungan dari beberapa klan/kampung, yang namanya diambil dari nama klan terkuat. Fungsi konfederasi adalah sebagai kesatuan sosial untuk menyusun kekuatan dalam menghadapi perang dan arena bagi lelaki untuk memperlihatkan kemampuannya berorganisasi dan berpidato).
Sebuah pertempuran biasanya diawali dengan serangkaian upacara keagamaan oleh kedua pihak yang berlawanan, yang dilaksanakan di wim aela. Setelah upacara, barulah perang terbuka dilakukan bertempat di wim bolak. (Wim bolak adalah daerah lapang yang bebas dari kekuasaan masingmasing konfederasi dan berada di antara kedua konfederasi yang bermusuhan). Pasukan perang biasanya bersenjatakan lembing, busur dengan anak panahnya, kapak batu, dan beliung. Pasukan itu dipimpin oleh wim matek dan mengawali peperangan dengan gegap gempita serta saling meneriakkan cemoohan atau perkelahian satu lawan satu. Korban yang jatuh atau meninggal disingkirkan dan dirawat di garis belakang.
Peperangan bisa berlangsung selama 5 sampai 10 hari dan penghentiannya disebabkan kedua pihak memutuskan untuk berdamai. Perang biasanya akan berhenti apabila: ada orang atau kelompok di luar anggota konfederasi yang melintasi arena wim bolak, korban kedua belah pihak sudah berimbang, atau karena hari sudah gelap. Selanjutnya, setiap pihak mengadakan upacara penghargaan kepada para wam oat balin yaitu para prajuritnya secara sendiri-sendiri, waktunya bersamaan dengan pesta babi. Biasanya berupa su (kantong jaring) dan ye (rangkaian kerang dan batu berharga berbentuk pipih). Penghargaan biasanya diadakan dalam bentuk pesta beberapa hari dengan mengadakan edat wasin atau tarian kemenangan di suatu lapangan yang terbuka. Tujuannya adalah menghormat konfederasi lawan yang baru saja selesai berperang atau untuk menghibur kerabat para korban perang.
Budaya perang yang terjadi pada masyarakat Lembah Baliem didasari oleh adanya tugi dan perasaan dendam serta abwarek. Tugi adalah benda keramat berbentuk pahatan batu atau kapak batu yang tipis. Fungsinya sebagai lambang leluhur dan orang yang gugur dalam peperangan. Masyarakat Baliem percaya bahwa anggota klan atau konfederasi yang gugur menuntut kepada klan atau konfederasinya untuk membalas kematiannya. Inilah yang menyebabkan budaya perang terjadi secara turun-temurun dan sulit dihilangkan. Sedangkan abwarek adalah sisa potongan tubuh berbentuk rangka dari jenazah musuh hasil peperangan antarklan/ konfederasi. Biasanya berupa tulang tengkorak, yang dimanfaatkan untuk membangkitkan semangat berperang. Sumber: www.balarpalembang.go.id
Apa yang bisa kamu temukan dari budaya perang dalam masyarakat Lembah Baliem? Setidaknya ada beberapa pelajaran penting yang bias dipetik.
a. Masyarakat Baliem selalu mengaitkan roh nenek moyang dengan tradisi perang, sehingga berperang bagi mereka adalah kegiatan ritual yang diikat oleh aturan-aturan adat yang ketat.
b. Meskipun berperang dengan semangat tinggi, namun mereka sangat taat pada peraturan-peraturan, seperti berperang untuk tidak memusnahkan musuh. Karena perang dianggap penting untuk menciptakan keseimbangan ekosistem.
c. Perang merupakan media pengembangan diri bagi laki-laki. Karena perang merupakan arena untuk melangsungkan terjadinya regenerasi kepemimpinan. Dalam sebuah peperangan biasanya muncul seorang tokoh yang kuat, berani, cakap, dan dipercaya bisa melindungi serta mengatur kehidupan mereka.
d. Apabila seorang anggota klan atau konfederasi takut berperang, ia dianggap pawi yaitu sama dengan orang yang melakukan insest (hubungan seks sedarah). Ia akan mendapat hukuman berat secara adat seperti diasingkan.
e. Perang bagi masyarakat Lembah Baliem merupakan inti sari dari romantika kehidupan masyarakat. Karena masyarakat Lembah Baliem sangat memuja kepahlawanan. Hal ini bisa dilihat dari pola rumah Honai yang menunjukkan rumah laki-laki selalu berada di bagian depan, siap untuk menantang bahaya yang datang.
Itulah prinsip-prinsip hidup yang berasal dari masyarakat Lembah Baliem di pedalaman Papua. Prinsipprinsip inilah yang dinamakan kearifan lokal Lembah Baliem. Meskipun mereka hidup dalam pola yang sangat sederhana, namun mereka mempunyai mekanisme tersendiri di dalam memecahkan dan menyelesaikan persengketaan yang muncul di antara mereka. Bagaimana masyarakat di sekitarmu berusaha menyelesaikan permasalahan yang mereka hadapi?
2. Menggunakan Kearifan Nasional
Pada saat kita dihadapkan pada beragam konflik dan sengketa yang terjadi di antara etnis atau suku bangsa yang ada di Indonesia, belajar dari sejarah adalah cara yang paling tepat. Pada masa penjajahan Belanda kita merasakan betapa sulit merangkai nilai persatuan untuk
sama-sama menghadapi bangsa penjajah. Hingga ketika kita mulai menyadarinya di tahun 1928. Saat itu kita mengakui Indonesia sebagai identitas bersama, yang mampu mengatasi sejumlah perbedaan kebudayaan di antara suku bangsa yang ada. Nasionalisme Indonesia pun terbentuk dalam wujud pengakuan bahasa, tanah air, dan kebangsaan. Dampaknya adalah perjuangan menghadapi kolonialisme Belanda semakin menampakkan hasilnya.
Puncak dari pencarian identitas itu ditemukan pada saat Pancasila disepakati sebagai dasar negara dan petunjuk/arah kehidupan bangsa. Kompleksitas keragaman masyarakat dan budaya di Indonesia pun bisa diakomodasi bersama. Dasar negara inilah yang digunakan oleh para founding fathers kita pada saat mendirikan sebuah Negara nasional baru. Disebut negara nasional karena negara Indonesia terdiri atas ratusan suku bangsa yang bisa hidup berdampingan dalam ikatan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Interaksi Sosial Masyarakat Bauran Etnis Arab-Jawa di Kampung Embong, Arab, Malang
Sebagaimana kata bauran etnis Arab dan Jawa, tentunya penduduk mayoritas adalah dua etnis tersebut. Satu keunikan dan karakteristik dari daerah ini adalah kehidupan yang teratur serta jauh dari interaksi disosiatif. Pertanyaannya, apa yang menyebabkan daerah Bauran etnis Arab dan Jawa
di desa Kampung Embong, Malang mampu mencapai keteraturan sosial?
Karakteristik kehidupan sosial Kampung Embong Arab ditandai dengan adanya proses-proses sosial yang cukup baik terutama proses interaksi sosial dan proses asimilasi sosial. Adapun faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya hubungan sosial yang harmonis antara warga etnis Arab dan Jawa di Kampung Embong Arab adalah:
a. Adanya kedekatan antara tokoh masyarakat, baik tokoh dari etnis Arab maupun tokoh dari etnis Jawa.
b. Adanya kesamaan agama (relatif beragama Islam).
c. Adanya proses perkawinan campuran antara warga etnis Arab dan Jawa.
d. Adanya kekompakan dan kegotongroyongan.
e. Kesadaran etnis Arab untuk mengikuti aturan setempat (proses pembauran).
f. Adanya unsur perasaan persaudaraan antarsesama warga, baik etnis Arab maupun Jawa.
g. Rasa saling menghormati dan menghargai.
Sedangkan model atau bentuk interaksi sosial antara warga etnis Arab dan Jawa di Kampung Embong, Arab adalah merupakan model atau bentuk kerja sama (cooperation) dengan proses-proses sosial yang akomodatif dan asimilatif. Sedangkan pola hubungan antarkelompok etnis Arab dan Jawa lebih mengarah pada pola hubungan antarkelompok yang bersifat akulturasi dan integrasi.
Sumber: digilib.batan.go.id
RANGKUMAN
Berbicara tentang masyarakat multikultural secara langsung kita akan membicarakan tentang masyarakat, negara, bangsa, daerah, bahkan lokasi geografis terbatas seperti kota atau sekolah yang terdiri atas orang-orang yang memiliki kebudayaan berbeda-beda. Dalam hal ini, perbedaan dalam kesederajatan. Oleh karena itulah, muncul konsep multikulturalisme.
Untuk memahami lebih lanjut materi ini, salin dan lengkapilah beberapa pengertian berikut ini ke dalam buku catatanmu dengan menggunakan beragam sumber pustaka.
1. Ciri-ciri masyarakat multikultural:
a. Pengakuan terhadap berbagai perbedaan dan kompleksitas kehidupan dalam masyarakat.
b. Perlakuan yang sama terhadap berbagai komunitas dan budaya baik yang mayoritas maupun minoritas.
c. . . . .
d. . . . .
e. . . . .
2. Bentuk-bentuk multikulturalisme:
a. Multikulturalisme isolasionis.
b. Multikulturalisme akomodatif.
c. Multikulturalisme . . . .
d. Multikulturalisme . . . .
e. Multikulturalisme . . . .
3. Tiga sudut pandang yang berkembang dalam menyikapi konflik sosial akibat perbedaan identitas:
a. Pandangan kaum primordialisme.
b. Pandangan kaum instrumentalis.
c. Pandangan kaum . . . .
4. Pemecahan masalah-masalah keanekaragaman:
a. Menggunakan potensi lokal.
b. . . . .
A. Jawablah pertanyaan dengan tepat!
1. Menurutmu apa yang dimaksud dengan masyarakat multikultural?
2. Dapatkah Indonesia dikatakan sebagai masyarakat multikultural? Jelaskan!
3. Sebutkan ciri masyarakat multikultural!
4. Jelaskan hubungan antara masyarakat multikultural dengan multikulturalisme!
5. Jelaskan apa yang dimaksud dengan multikultural isolasionis!
6. Apa yang melandasi terjadinya konflik etnis Dayak dan Madura?
7. Apa yang dimaksud dengan kearifan lokal dan kearifan nasional?
8. Sebutkan upaya-upaya pencegahan terjadinya masalah keanekaragaman!
9. Jelaskan mengapa keanekaragaman berpotensi memunculkan konflik!
10. Jelaskan apa yang dimaksud dengan multikulturalisme!
B. Belajar dari masalah.
Sudah menjadi fakta sosiologis bahwa adanya kemajemukan atau keragaman Kepulauan Indonesia menyimpan pluralism etnis suku, agama, bangsa, tradisi, dan adat istiadat. Tidak mengherankan apabila di Indonesia banyak terjadi tragedi kemanusiaan yang demikian memilukan. Konflik berbau sara (suku, agama, ras, dan adat), serta konflik bersenjata di beberapa daerah, teror bom terjadi di Aceh, Ambon, Papua, Kupang, dan beberapa daerah lainnya adalah realitas empiris konflik etnis yang mengancam integrasi bangsa.
Seiring dengan hal tersebut, negara diharapkan menjadi wadah penyelamat juga mengalami kekacauan dengan membudayanya praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme di jajaran birokrasi. Sementara itu keadilan, kemiskinan atau ketimpangan sosiopolitik ekonomi masyarakat semakin tinggi. Hal ini member isyarat bahwa keinginan untuk membangun masyarakat berperadaban (civil society) dan keadilan sosial masih jauh. Sumber: www.waspada.co.id
Cobalah untuk berpikir kritis dalam menganalisis dan mengkaji kasus di atas dengan menjawab beberapa pertanyaan di bawah ini.
1. Wacana di atas menggambarkan keadaan bangsa Indonesia saat ini di tengah keragamannya. Setujukah kamu dengan isi wacana tersebut?
2. Berkaitan dengan keragaman etnis, ras, suku bangsa, agama, budaya, dan lain-lain yang ada, dapatkah bangsa Indonesia membentuk masyarakat multikultural di tengah kondisi tersebut di atas?
3. Sebagai seorang yang peduli dengan kondisi bangsa, kemukakanlah solusi untuk mencapai masyarakat multicultural yang damai di Indonesia!
4. Sebagai upaya menyebarluaskan multikulturalisme, pentingkah pendidikan multikultural itu?
Harap Berkomentar Yang Baik Ya.
EmoticonEmoticon